Sikap dalam Memberi

Oleh: Hani Rohayani

Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya? ( 1 Kor. 4:7)

Pendahuluan
Persembahan adalah salah satu ciri dari semua agama dan keyakinan, tidak terkecuali di dalam kekristenan. Persembahan tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan orang percaya dan ritual  ibadah. Pada praktiknya, ada begitu banyak motivasi dalam memberikan persembahan. Dari sekian banyak motivasi ketika memberikan persembahan,  salah satunya adalah agar dibalas oleh Tuhan berpuluh-puluh kali lipat. Itulah sebabnya kata persembahan kemudian diganti istilahnya dengan "taburan". Kata taburan adalah apabila diubah menjadi kata kerja menjadi "menabur".

Jika kita menggunakan kata ‘tabur’ dan ‘menabur’, maka sebenarnya memiliki pemahaman yang sangat berbeda dengan persembahan. Kata tabur dan menabur adalah kata yang digunakan dalam dunia pertanian. Sebuah kegiatan "menabur" bibit dengan harapan, bibit tersebut akan tumbuh menjadi sebuah tanaman dan pada akhirnya akan menghasilkan buah atau hasil yang bisa dipanen. Apakah demikian konsep persembahan yang benar? Apakah persembahan adalah sebuah upaya berinvestasi (menanam) supaya kelak pada waktunya Tuhan akan memberikan hasil yang melimpah untuk kita panen dan nikmati?

Siapa Kita dan Apa yang Kita Miliki?
Sebelum membahas tentang persembahan, ada baiknya kita melihat dulu siapa diri kita  sebenarnya. Dalam 1 Kor 4:1, Paulus ingin menjelaskan statusnya di hadapan Tuhan yang berarti juga status orang Korintus (dan orang percaya), yaitu hamba. Seorang hamba tentu adalah orang yang tidak berharga di mata tuannya dan tidak memiliki apapun karena dirinya sendiri dimiliki oleh tuannya. Itu sebabnya 1 Kor. 4:7, Paulus menekankan status orang percaya sebagai orang yang tidak memiliki apa-apa yang layak untuk dibanggakan di hadapan Tuhan. “Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting?

Seorang hamba tidak berhak atas kepemilikan suatu benda, apapun yang ia miliki adalah milik tuannya sebagaimana dirinya sendiri juga milik tuannya. Demikian juga kita, bukan hanya diri kita, semua yang kita miliki pun sebenarnya milik Tuhan, bukanlah semata-mata jerih lelah kita. Semuanya adalah milik Tuhan yang dianugerahkan kepada kita.  Itu sebabnya juga Paulus mengatakan, “Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima?” semua yang kita miliki tidak akan pernah bisa kita miliki jika bukan karena Tuhan yang menganugerahkan kepada kita.

Sikap dalam Memberi
Ketika kita tahu status kita di hadapan Tuhan yang hanyalah seorang budak yang berharga, dan bahwa semua yang kita miliki adalah anugerah Tuhan, maka kita tidak bisa bersikap sebagai seorang "petani" yang memiliki "bibit" yang kemudian kita investasikan (tabur) dengan harapan suatu saat nanti akan memiliki laba (berbuah) berpuluh-puluh kali lipat. Kita selayaknya merendahkan diri di hadapan Tuhan mengingat status kita.  Segala sesuatu yang kita miliki adalah pemberian Tuhan dan kita hanya penatalayan. Persembahan kita adalah sebuah ucapan syukur yang kita haturkan kepada Allah Sang Tuan atas hidup kita dan sumber kehidupan kita. Sebagaimana akar kata ‘persembahan’an yang adalah ‘sembah’, maka persembahan kita adalah bentuk kita menghormati Tuhan dan bentuk ketertundukan kita kepada Tuhan, bahwa diri kita dan segala yang kita miliki adalah dari Tuhan, oleh Tuhan dan hanya bagi Tuhan. Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! (Rom. 11: 36).

Previous
Previous

Keluarga Yusuf

Next
Next

Keluarga Yusuf