Kesaksian Hidup yang Berharga

Oleh: Pdt. Joni Stephen

Saudara-saudaraku di dalam kasih Kristus,

Di dalam Samuel 1:20, Hana melahirkan seorang anak laki-laki dan diberi nama Samuel, sebab katanya: “Aku telah memintanya dari pada Tuhan.” Ketika waktunya telah tiba untuk Samuel disapih, ia memenuhi janjinya pada Tuhan untuk menyerahkan Samuel tinggal bersama imam Eli di rumah Tuhan.

Tetapi, di rumah Tuhan di Silo justru yang terjadi adalah teladan hidup yang buruk. Setiap hari Samuel menyaksikan Imam Eli yang tua , tidak berdaya menghadapi masalah anak-anaknya sendiri yang masih muda, Hofni dan Pinehas.

Kemungkinan ia sering menangis sendirian, merindukan dekapan ibunya yang hangat. Di dalam kesendiriannya dan kesedihan, ia belajar bagaimana menguasai dirinya. Kunjungan ibunya setahun sekali menjadi saat yang paling dirindukan. Pada saat itu bukan hanya menjadi pemuas dahaganya akan sosok ibu, namun menjadi kekuatannya untuk tidak berfokus pada pemandangan buruk yang dilihatnya setiap hari, melainkan pada panggilannya sebagai hamba Allah.

Dia dipercaya bahwa ketika ibunya mengantar dia kepada Imam Eli, bukan karena ibunya tidak mencintai dia. Tetapi justru karena ibunya sangat mengasihi Tuhan, selalu taat dan setia pada Tuhan melebihi apa pun. Inilah kesaksian dari ibunya yang dipegang erat oleh Samuel seumur hidupnya.

Selanjutnya adalah panggilan Tuhan yang datang padanya ketika dia tidur. Melalui panggilan itu, dia memahami bahwa Tuhan adalah Tuhan yang hidup, Tuhan yang mengenal dia secara pribadi. Tuhan yang tidak tinggal diam melihat hal-hal yang buruk berlangsung terus menerus. Hal ini yang selanjutnya menjadi kekuatan nomor satu bagi Samuel.

Samuel menjadi hakim terakhir dalam sejarah Israel sebelum diperintah oleh raja-raja. Saul, raja pertama Israel, lebih memilih hormat manusia daripada menaati Tuhan, dan saat ini sangat mengoyak hati Samuel. Tuhan memerintahkannya untuk ke rumah Isai mencari pengganti Saul. Hampir saja terkecoh, memilih karena melihat rupanya, tetapi kepekaan dan ketaatan kepada Tuhan menghindari Samuel memilih raja yang salah.

Melalui Samuel, Tuhan memilih Daud: “ Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia” (1 Samuel 16:12). Samuel memuai dan mengakhiri pelayanannya di dunia ini, nyaris sempurna.

Saudara-saudaraku marilah kita sebagai murid Kristus boleh menjadi saksi Kristus yang memberikan keteladanan hidup bagi sesama kita bahkan bagi anak-anak kita. Melalui semua ini kita belajar bahwa hidup ini adalah semata-mata anugerah Tuhan saja. Seperti Samuel, marilah kita menjalani hidup dengan penuh taat dan setia, rela terus dibentuk dan disempurnakan-Nya, dan menyerahkan hasilnya pada Tuhan yang berkuasa, Amin.

Previous
Previous

Pertemuan dengan Tuhan

Next
Next

Kasih Karunia-Nya Cukup Untuk Kita