Kasih Karunia-Nya Cukup Untuk Kita

OLeh: Pdt. Gideon Ang

2 Raja-raja 4:42-44

“Datanglah seseorang dari Baal-Salisa dengan membawa bagi abdi Allah roti hulu hasil, yaitu dua puluh roti jelai serta gandum baru dalam sebuah kantong. Lalu berkatalah Elisa: "Berilah itu kepada orang-orang ini, supaya mereka makan."

Tetapi pelayannya itu berkata: "Bagaimanakah aku dapat menghidangkan ini di depan seratus orang?" Jawabnya: "Berikanlah kepada orang-orang itu, supaya mereka makan, sebab beginilah firman TUHAN: Orang akan makan, bahkan akan ada sisanya."

Lalu dihidangkannyalah di depan mereka, maka makanlah mereka dan ada sisanya, sesuai dengan firman TUHAN. “ (2 Raja-raja 4:42-44)

 Perikop ini berkenaan dengan pelayanan nabi Elisa. 2 Raja-raja mencatat bahwa Elisa – murid dari nabi Elia, bersama gurunya melayani di Israel bagian Utara. Kerajaan Utara sejak zaman raja Yerobeam, dilanjutkan dengan keturunannya, yang terkenal adalah Ahab, mengajarkan dan memerintahkan rakyat Israel Utara ini untuk menyembah dewa Baal dan meninggalkan Tuhan. Dalam keadaan itu, masih ada sedikit sisa-sisa Israel yang tetap setia dan terus beribadah kepada Tuhan. 2 raja-raja 4 ini mencatat ada rombongan nabi-nabi yang tinggal bersama dalam satu komunitas, kira- kira seperti sekolah teologi di zaman sekarang, yang sering dikunjungi Elisa. Mereka berkumpul, khususnya pada hari Sabat dan bulan baru untuk menyembah Tuhan dan mendengar dari nabi yang dipilih Tuhan seperti Elisa ini.

Kisah “memberi makan 100 orang ini” dilatarbelakangi ayat sebelumnya, 2 Raja-raja 4:38 bahwa terjadi kelaparan di Israel. Kelaparan menjadi tanda yang umum saat itu bahwa Tuhan sedang menghukum orang Israel, pada zaman nabi Elia terjadi kelaparan, dan sekarang juga di masa pelayanan Elisa, dan sejumlah kecil umat yang setia kepada Tuhan turut merasakan penderitaan ini. Tetapi perikop kita hari ini, ayat 42-44, hanya 3 ayat, mengisahkan bagaimana Tuhan hadir dan mencurahkan kasih karunia-Nya di tengah-tengah umat-Nya yang minoritas. Tuhan bahkan memberikan keajaiban atau mukjizat-mukjizat, semua ini memperlihatkan kita bahwa benar Tuhan menyediakan apa yang diperlukan umat-Nya. Dia tidak pernah meninggalkan umat-Nya sendiri di tengah kesulitan dan penderitaan. Mari kita bukan saja semakin mengerti bahwa ada mukjizat, tetapi mari kita melihat dari sisi lain lebih dalam. Kita akan mulai dengan memikirkan bahwa dalam 3 ayat ini terdapat 3 macam orang, yang masing-masing dapat menjadi perenungan kita:

  1. “Seseorang dari Baal-Salisa” – ayat 42: Pada suatu hari ada seorang yang datang membawa untuk Elisa sekantong gandum yang baru dipotong, juga 20 roti hulu hasil, artinya roti yang dibuat dari gandum hasil pertama panen tahun itu. Ini sebuah surprise, karena Israel dalam masa kelaparan, artinya dengan hujan yang kurang, hasil panen tidaklah melimpah, hasil panen tidak mencukupi untuk kebutuhan rakyat. Di saat seperti itu tentu masih ada orang yang mendapatkan sedikit hasil panen tahun itu, meskipun tidak banyak. Gandum adalah bahan makanan utama rakyat Israel, dan pada masa krisis makanan, orang ini tidak ragu-ragu membawa sejumlah gandum dan roti kepada Elisa, sebagai persembahan. Persembahan pertama hasil panen memang sudah ditetapkan oleh Tuhan, dalam Imamat 23:14

“Sampai pada hari itu juga janganlah kamu makan roti, atau bertih gandum atau gandum baru, sampai kamu telah membawa persembahan Allahmu; itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya bagi kamu turun-temurun di segala tempat kediamanmu.“

Artinya orang ini mengerti apa yang diperintahkan Tuhan dan menaatinya. Dia percaya bahwa semua yang dimilikinya adalah pemberian dari tangan Tuhan, bersumber dari kasih karunia Tuhan: Pengkhotbah 2:22-25, “Tak ada yang lebih baik bagi manusia daripada makan dan minum dan bersenang-senang dalam jerih payahnya… ini pun dari tangan Allah. karena siapa dapat makan dan merasakan kenikmatan di luar Dia?”. Situasi kekurangan makanan dan kelaparan ternyata tidak menghalangi orang ini untuk mempersembahkan, dia tahu bahwa tindakannya ini bagian dari ketaatannya kepada Tuhan. Dan dia percaya bahwa kasih karunia Tuhan akan cukup baginya. Dia mengerti akan selalu ada “manna baru” yang diturunkan Tuhan untuk orang-orang yang menaati Firman Tuhan. Menjadi refleksi kita sekarang di masa pandemi ini, apakah yang menghalangi kita untuk menaati perintah Tuhan, dalam hal ini mempersembahkan kepada Tuhan?

  1. Nabi Elisa: Bila kita membaca kitab-kitab Musa, misal dalam Ulangan 18:14-15, memang hasil panenan pertama yang sudah dikhususkan untuk Tuhan, diberikan kepada imam dan keluarganya untuk menjadi makanannya, karena suku Lewi tidak mendapat bagian dari tanah Israel. Tetapi dalam ayat 42b Elisa merespons persembahan itu dengan mengatakan, "Berilah itu kepada orang-orang ini, supaya mereka makan." Dalam masa kelaparan, dan meskipun itu adalah haknya, tetapi Elisa mau berbagi kepada sesama. Suatu cuplikan:

Pencuri mengatakan: “Apa yang ada padamu, aku akan mengambilnya!” Orang egois mengatakan: “Apa yang ada padaku, itu milikku, aku akan menyimpannya”

Orang Kristen mengatakan: “Apa yang ada padaku adalah karunia dari Tuhan, aku akan membagikannya”

Berbagi adalah rasa buah Roh Kudus yang manis, yang dinyatakan kepada sesama, yaitu kebaikan dan kemurahan. Elisa sudah melakukan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus sendiri, “Dan barang siapa memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya." (Mat. 10:42). Satu hal yang menguatkan kita adalah iman Elisa - iman yang percaya bahwa kasih karunia Tuhan selalu cukup, baik untuk diri sendiri maupun untuk 100 orang anak buahnya. Menjadi perenungan kita: Masihkah kita berbagi kepada sesama ketika kita sendiri membutuhkan?

  1. Pembantu Elisa: Ketika Elisa menyuruh pembantunya untuk membagi kepada 100 orang yang ada di situ, pembantunya mengatakan, "Bagaimanakah aku dapat menghidangkan ini di depan seratus orang?". Mengapa pembantu Elisa mengatakan hal ini? Tampaknya memang wajar, mana mungkin makanan itu cukup untuk 100 orang. Tetapi kita tahu dari beberapa pasal dalam 2 Raja-raja ini, pembantu Elisa adalah Gehazi. Pada kisah Naaman ternyata Gehazi adalah seorang yang serakah, sehingga akhirnya terkena kusta. Alasan yang dikemukakan pembantu Elisa, lebih jelas menunjukkan kekhawatiran. Mengapa tuannya tidak menyimpan makanan untuk diri sendiri dan untuk dia saja? Kita yang membaca Alkitab di zaman ini tahu, bahwa akhirnya makanan itu cukup untuk 100 orang, tetapi saat itu pembantu Elisa kuatir, mengapa tuannya enak saja mengatakan “berikanlah makanan ini kepada orang-orang itu.” Lalu, siapa yang berani mengatakan bahwa kita semua bebas dari rasa kuatir, apalagi di saat krisis? Setiap kita bisa kuatir, anak-anak pun juga

Setelah perang Korea berakhir, di Korea Selatan tersisa sejumlah besar anak-anak yatim piatu, yang orang tuanya meninggal dunia karena perang. Banyak lembaga anak harus menghadapi berbagai masalah berkenaan dengan anak-anak yatim piatu ini. Salah satu masalah terbesar adalah kondisi mental anak-anak di asrama yatim piatu. Meskipun sudah disediakan makan 3x sehari di asrama, tetapi anak-anak yatim piatu itu tetap gelisah, kuatir hingga sulit tidur pada malam harinya. Para perawat mulai berbicara dengan anak-anak itu, segera mereka menemukan bahwa kasihan sekali, anak-anak yatim piatu itu memiliki kekhawatiran yang besar sekali tentang apakah esok hari mereka akan mendapatkan makanan. Memang perang membuat mereka kehilangan ayah, karena ayah harus pergi berperang dan tidak kembali, lalu kehilangan ibu, mereka harus mengungsi dan terpaksa berhari-hari dalam keadaan lapar dan haus, semua membuat kondisi mental tidak sehat lagi.

Untuk menolong masalah ini, salah satu perawat menemukan akal. Setiap malam, sebelum tidur, perawat menaruh sepotong roti di genggaman tangan setiap anak. Roti itu tidak untuk dimakan, hanya untuk digenggam ketika mereka berada di tempat tidur. Bagaikan sebuah selimut yang memberi ketenangan, roti itu untuk mengingatkan anak-anak bahwa besok pasti ada roti di tangan. Heran sekali, roti yang digenggam menenangkan kegelisahan anak-anak yatim piatu itu, dan membuat mereka tidur nyenyak. (R.C.Sproul)

Kisah ini mengingatkan kita, bukankah ketenangan kita ada pada Bapa yang di surga? Yang melimpahkan kasih karunia-Nya untuk umat yang gelisah dan kuatir.

Tuhan Yesus bahkan mengajarkan kepada kita sebuah kalimat untuk berdoa: “Give us this day our daily bread – Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” (Mat. 6:11) “Hari ini” – Tuhan mau mengajarkan jangan mengkhawatirkan hari esok. Tuhan sedang mengatakan kepada kita, mari berjalan hari lepas hari bersama-Ku….jangan kamu kuatir apa yang kamu makan ataupun pakai, Bapa-Mu yang di surga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.”

Our daily bread – adalah jatah roti yang dibutuhkan sekeluarga dalam sehari di masa Tuhan Yesus. Undangan untuk berdoa minta “our daily bread” artinya kita tidak perlu meminta banyak-banyak apa yang kita inginkan kepada Tuhan, tetapi inilah sebuah permohonan kepada Tuhan yang disertai dengan iman bahwa di dalam kasih karunia-Nya yang ajaib, Tuhan akan mencukupi kebutuhan kita setiap hari, dan Dia akan memberikan apa yang paling kita butuhkan, untuk hidup memuliakan-Nya. Daud seorang raja yang hebat, di bawah pemerintahannya, Israel mencapai puncak kejayaannya, tetapi sewaktu masih muda, lebih dari 10 tahun Daud dikejar-kejar oleh musuh -Saul dan harus hidup di padang gurun. Di situlah untuk makan sehari-hari saja dia harus bergantung sepenuhnya pada pemeliharaan Tuhan. Karena itu dalam Mazmur 37:25, dia memberi kesaksian kepada kita, “Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti; tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat.” Mari memperhatikan, bahwa orang yang benar ini bersama sekeluarganya menjadi berkat. Renungan kita: Maukah kita mempercayakan diri kita kepada Tuhan? Percayalah, kasih karunia-Nya akan cukup bagi kita. Mari berdoa dan memuji mengikuti Fanny Crosby, yang menciptakan lagu All the Way My Savior Leads me – yang syairnya saya terjemahkan dengan lengkap:

Sepanjang jalan Tuhan memimpin, itu cukup bagiku. Dapatkah aku meragukan belas kasihan-Nya yang lembut, yang sepanjang hidup menjadi Panduku? Damai surgawi dan penghiburan sejati kudapatkan dengan iman. Segala suka duka dipakai-Nya, untuk kebaikanku.

Ada 100 orang dalam grup itu, tentu 20 buah roti jelai dan sekantong gandum tidak akan cukup untuk mereka semua. Situasi ini sama dengan ketika Tuhan Yesus memberi makan 5000 orang. Pertanyaan Gehazi “Bagaimanakah aku dapat menghidangkan ini di depan 100 orang” terdengar sama dengan pertanyaan Andreas, murid Tuhan Yesus, dalam Yohanes 6:9, "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?"

Elisa tahu bahwa roti 20 buah dan sekantong gandum tidak cukup, tetapi dia tahu bahwa Allah mengetahui kesulitan ini. Karena itu ia menyuruh pembantunya untuk mempersiapkan makanan untuk 100 orang. Gehazi menuruti perkataan tuannya, dan benar terjadi mukjizat. Benarlah janji Firman

Tuhan yang mengatakan, “Orang akan makan, bahkan ada sisanya. ”Nabi Elisa, dan gurunya Elia dipanggil Allah untuk melayani di kerajaan Israel bagian Utara. Kita mengenal beberapa rajanya adalah Yerobeam, Ahab, yang mengajari rakyat Israel dan memerintahkan mereka untuk menyembah Baal. Hampir di seluruh daerah kerajaan Israel Utara ini tidak ada lagi rumah ibadah resmi yang dipersembahkan kepada Allah. Banyak orang Israel dari suku Lewi yang pindah ke bagian daerah Kerajaan Selatan atau Yehuda, di mana tempat beribadah Yerusalem berada (1 Raj. 12:26-33). Karena itu umat Israel yang masih menyembah Tuhan di daerah Utara merupakan kelompok minoritas. Karena tidak ada tempat resmi untuk beribadah, mereka membawa persembahan ke asrama nabi-nabi yang terdekat, yang juga merupakan kelompok minoritas di daerah Utara.

Ketika Tuhan Yesus melayani di dunia, Dia memberi makan kepada 5000 orang, dan Dia menggunakan mukjizat yang dibuat-Nya sebagai latar belakang untuk mengajarkan tentang keselamatan, yaitu makan Roti Hidup. Elisa tidak berkhotbah, tetapi mukjizat dalam perikop ini mengajar kita bahwa Tuhan mengetahui kebutuhan orang percaya dan memenuhinya. Pada zaman Tuhan Yesus, roti adalah makanan pokok – makanan utama sehari-hari di Israel, karena itu Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk berdoa, “Give us this day our daily bread” – Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya (Matius 6:11).

Selama 10 tahun Daud berada di padang belantara dikejar-kejar oleh musuh, ia sangat mengerti bagaimana untuk makan harus bergantung kepada pemeliharaan Allah, karena itu Daud dapat mengatakan,

“Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti.” (Mazmur 37:25)

Previous
Previous

Kesaksian Hidup yang Berharga

Next
Next

Pekerjaan adalah Kutukan?