Yesus Kristus Perantara Sejati - Bagian II

Oleh : Pdt. Joni Stephen

Nats: Yohanes 1:1-18.

Bagian I

Kedua, Yesus Kristus melalui inkarnasi-Nya membuktikan bahwa Allah peduli kepada kita.
Kebanyakan alam sejarah manusia, orang-orang percaya kepada Allah. Orang-orang percaya bahwa dunia dijadikan/diciptakan, bukan terjadi secara kebetulan. Orang-orang percaya bahwa di balik alam semesta, ada pribadi yang mampu menciptakan semua yang ada dan menciptakan hidup.

Hal ini dicerminkan dalam Mazmur 19, ayat 2
Langit menceritakan kemuliaan Allah,
dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya;

Biarpun begitu, pengetahuan tentang Allah yang dapat diperoleh dengan akal budi manusia sangat terbatas. Walaupun kita bisa tahu bahwa Allah ada, kita tidak tahu wataknya seperti apa. Jika kita memandang dunia ini, kita menemukan kontras-kontras yang sulit dirukunkan. Dunia ini indah maupun kejam. Ada hutan yang subur, dan gurun pasir gersang. Ada hari-hari musim semi yang menyenangkan, tetapi ada juga gelombang pasang yang mematikan. Jika kita menjadikan pengamatan atas dunia ini dan semua yang terjadi di dalamnya saja, kita tidak bisa tahu pasti Apakah Allah baik hati atau bengis. Apakah Dia pencipta atau penghancur? Dalam agama Hindu, jawabannya ialah keduanya. Dewa Brahman dianggap pencipta, pemelihara serta pemusnah. Dalam mitologi Yunani, para dewa dewi seperti bintang acara televisi sinetron: egois, manipulatif, kejam, plin-plan. Dalam agama animisme, orang sering mengorbankan sesajen agar roh-roh yang dianggap marah bisa ditenangkan.

Dalam Perjanjian Lama, salah satu orang saleh yang mengalami penderitaan berat ialah Ayub. Ketika anggota keluarga meninggal, ketika bisnisnya gagal, ketika dia jatuh sakit, pertanyaan Ayub kepada Allah ialah ‘Dimanakah Engkau?’
Ayub 30:20, 26
“Aku berseru minta tolong kepada-Mu, tetapi Engkau tidak menjawab; aku berdiri menanti, tetapi Engkau tidak menghiraukan aku. Tetapi, ketika aku mengharapkan yang baik, maka kejahatanlah yang datang; ketika aku menantikan terang, maka kegelapanlah yang datang.”

Jika kita hanya mengandalkan pengetahuan alami untuk mengerti Allah, kita selamanya akan tetap tidak yakin. Kita tidak bisa tahu Allah seperti apa, atau jika Dia peduli. Kita perlu Allah yang berfirman. Kita perlu Allah yang rela menyatakan diriNya kepada kita.

Dan seluruh Perjanjian Lama, memang hal itu terjadi. Allah berfirman. Allah menyatakan diriNya. Dia berfirman bahwa Dia memilih sebuah bangsa untuk menjadi milikNya. Allah menyelamatkan mereka dan memberikan hukum-hukumNya kepada mereka, supaya mereka dapat hidup dengan cara yang sesuai dengan hendakNya. Allah siap menyatakan diriNya.

Akan tetapi, kata-kata saja tidaklah cukup.
Injil Yohanes, pasal 1, ayat 17 mencatat “hukum Taurat diberikan oleh Musa,” Umat Allah mempunyai standar untuk perilaku kita. Hukum Taurat merupakan wahyu tentang Allah. Tetapi kita masih membutuhkan hal lain lagi. Jika kita jujur, semua orang akan mengakui bahwa sistem agama yang mereka anut, apapun itu, mereka gagal dan tidak memenuhi semua syarat agama. Yang kita butuhkan bukan hanya pengetahuan tentang Allah, kita perlu kepedulian Allah. Maka di Injil Yohanes 1, ayat 16, dikatakan “Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia; 17 sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus.”

Apakah Allah peduli? Kita dapat menjawab ‘iya’ karena Allah datang dan tinggal di antara kita masing-masing.

Jika ada desa yang sedang mengalami sebuah wabah penyakit, dan seorang dokter terbang di atas desa itu dalam pesawat, sambil mengumumkan ‘Saya tahu penyakit yang menghancurkan Anda. Saya dapat melihat gejala-gejalanya. Saya tahu bagaimana menyembuhkannya.” Tetapi pesawat hanya melintas kemudian lenyap di kejauhan. Orang desa pasti jengkel. Orang pasti akan berteriak “Mendaratlah di sini! Datanglah ke sini. Obatilah kami semua.

Kita perlu lebih dari ide-ide tentang Allah. Kita perlu kabar pribadi. Kita perlu utusan pribadi. Kita perlu kedatangan Allah dalam bentuk seorang pribadi, seorang manusia. Dan memang Yesus dideskripsikan seperti itu dalam Surat kepada Ibrani.
Surat Ibrani pasal 4, ayat 15 “Sebab Imam Besar yang kita punya [yaitu Yesus, Anak Allah], bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.”

Yesus dapat bersimpati kepada kita karena dia menjadi manusia, sama seperti kita. Maka penulis Ibrani membesarkan hati para pembaca dengan ayat 16 “Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.”

Yesus digambarkan sebagai imam besar. Seorang imam berfungsi sebagai jembatan. Seorang perantara. Seorang yang menghubungkan dua pihak. Imam mewakili umat kepada Allah, dan Allah kepada umatNya. Ketika umat Israel keluar dari Mesir, Allah bersama mereka, tetapi Dia terlalu suci bagi mereka. Mereka tidak bisa menghampiri Allah. Maka Musa berperan sebagai imam. Dia naik gunung untuk berbicara dengan Allah sebagai wakil umat, dan Musa membawa firman Allah dan hukum bagi umat. Musa berperan sebagai perantara.

Yesus Kristus adalah perantara yang terutama. Dia menunjukkan bahwa Allah peduli kepada kita karena Dia datang dan menjadi salah satu kita. Allah tidak tetap terpisah dan jauh dan tak bisa dicapai di surga. Allah melibatkan diri dalam dunia manusia. Allah mengambil rupa insan. Allah mengalami kelemahan dan penderitaan kita, seperti dikatakan dalam surat Ibrani.

Bukankah ini sebuah paradoks bahwa Tuhan alam semesta menjadi bagian dari ciptaanNya. Dia datang ke dunia sebagai seorang bayi, kecil dan tanpa suara, yang bisanya hanya menangis. Allah menjadi manusia supaya dia bisa mengalami hidup manusiawi secara lengkap, termasuk susah payah dan perjuangannya. Dalam tahun-tahun awal Yesus, dia mengalami hidup sebagai pengungsi, karena keluarganya harus melarikan diri ke Mesir, agar Herodes tidak membunuh Yesus. Ketika dia menjadi dewasa dan mulai pelayanan, terkadang dia dipuji rakyat, dan terkadang dia dicela dan dihina oleh orang lain. Walaupun dia tak bersalah, dia diserahkan oleh salah satu temannya dan dihukum mati sebagai seorang penjahat. Yesus tahu sisi keras hidup ini.

Karena Allah sudah menjadi manusia, kita tahu dan bisa yakin bahwa Allah mengerti. Karena Yesus juga menjalani hidup seperti manusia, maka ada kasih sayang dan rahmat di surga. Bukan pengetahuan intelektual, tetapi pengetahuan berdasarkan pengalaman. Yesus hidup sebagai manusia, maka kita tidak harus mencapai standar Allah melalui kekuatan kita sendiri. Tidak, karena natal, kasih karunia datang. Yesus adalah Allah berserta kita. Allah yang peduli kepada kita.

Ketiga, Yesus Kristus ialah perantara perdamaian.
Ada kebutuhan perdamaian apabila dua pihak terasing atau terpisah.

Ketika orang Eropa datang ke Australia dan mulai pendudukan, tanah suku-suku Aborigin diambil paksa, bahkan di beberapa wilayah, terjadi penumpasan suku Aborogin. Orang Aborigin di Australia tetap hidup dengan kondisi ekonomi dan kesehatan yang buruk sebagai akibat dari perlakukan yang mereka terima dulu. Akibatnya, ada jarak yang lebar antara orang Eropa Australia dan orang Aborigin. Meskipun demikian, banyak orang Australia mau berbuat sesuatu untuk memperbaiki sejarah memilukan ini.
Dan pada tanggal 28 Mei, tahun 2000. Jembatan Sydney Harbour menjadi jembatan rekonsiliasi. Seperempat juta orang berjalan menyeberangi jembatan pada hari itu untuk menunjukkan bahwa mereka ingin tindakan konkret rekonsiliasi di antara Australia kulit putih dan Australia Aborigin. Kata ‘sorry‘ ditulis di langit. Sejak tahun itu, pemerintah di sini mengucapkan ‘Sorry’ secara formal, akan tetapi rekonsiliasi perlu lebih dari berjalan kaki dan kata-kata.

Umat manusia telah dijauhkan dari Allah. Sama seperti pendatang yang sombong, ketika kita ditempatkan di taman Eden, taman milik Allah, kita melalaikan hendakNya. Kita melanggar hukum Allah. Kita makan apa yang tidak boleh kita makan. Kita mulai membunuh dan menyembah berhala. Itulah keadaan manusia yang disaksikan dalam pasal-pasal awal kitab Kejadian. Kita melihat manusia dijauhkan dari Allah karena kita diusir dari taman Eden, dan tidak lagi bisa menikmati persekutuan dengan Allah. Meskipun manusia diciptakan untuk bekerjasama dengan Allah, dan diciptakan untuk hidup di bawah kepemimpinanNya yang baik, kita justru menyatakan diri sebagai tuhan dalam kehidupan kita masing-masing. Bukannya menerima Allah sebagai raja kita, kita malah melakukan kudeta dan mencoba mengusir Allah dari tahktahNya yang sah.

Apakah hasil dari semua itu? Manusia berjalan dalam kegelapan. Nabi Yesaya berbicara tentang keadaan orang yang terpisah dari Allah. Dalam kitab Yesaya, pasal 9, mereka digambarkan sebagai orang yang berjalan dalam kegelapan.
Saya ingat waktu saya masih kecil keluarga saya mengunjungi tempat wisata goa di Toraja, di Sulawesi selatan. Setelah kami turun ke gua sangat dalam di bawah muka bumi, pemandu wisata menunjukkan keadaan untuk penjelajah pertama. Dia matikan semua lampu. Saat itu, kegelapan bukan seperti malam ketika masih ada terang bulan atau bintang. Gelap gulita. Hitam pekat. Dalam diriku, berdasarkan sumber daya saya sendiri, tidak mungkin menghasilkan sedikit percikan terang sama sekali. Umat manusia terangkap dalam kegelapan dosa, dan kita tidak bisa menghasilkan terang keselamatan bagi diri kita sendiri.

Apa yang mustahil bagi kita, Allah melakukannya bagi kita dalam Yesus. Dia datang sebagai terang ke dalam kegelapan. Dia datang untuk menunjukkan jalan menuju Allah. Injil Yohanes 1, ayat 5 ”Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya”. Lalu ayat 9 meringkas pesan Yohanes Pembaptis: ”Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia.”

Ketika kita memandangi terang itu, dan percaya Yesus sebagai terang yang dapat mengusir kegelapan kita dan menghapus dosa kita, yang memberikan hidup baru kepada kita. Yohanes 1, ayat 12 “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.”

Perjanjian Lama mendirikan sebuah sistem pengorbanan hewan yang bisa (secara temporer dan simbolis) menghapuskan dosa, dengan demikian orang Israel dapat tinggal dalam perjanjian dengan Tuhan. Tetapi sistem itu hanya berfungsi sebagai bayangan, sebuah indikasi bahwa solusi permanen Allah belum datang.

Maka jawaban Allah akan masalah dosa manusia. Dalam bahasa teknis, kita berkata kedatangan Yesus adalah inkarnasi, Allah yang mengambil tubuh jasmani.
Kita perlu inkarnasi karena karakter Allah dan keadaan manusia. Allah mahasuci. Manusia berdosa. Bagaimanakah mungkin Allah yang suci didamaikan dengan manusia berdosa? Hanya melalui Yesus, Allah dalam rupa insan. Allah menjembatani manusia dengan diriNya sendiri.

Teolog pada abad sebelas yang bernama Anselm menjelaskan logika inkarnasi seperti ini:
Manusia berhutang kepada Allah karena dosa-dosa manusia, maka seorang manusia harus menanggung beban murka Allah atas dosa-dosa kita. Tetapi hanya Allah yang mampu hidup secara sempurna dan kudus dapat melunasi hutang dosa, maka kita perlu seorang pengantara dan penebus yang adalah Allah yang sejati dan manusia sejati.

Atau dalam kata Rasul Paulus di 2 Korintus 5:19 “Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami. ... [ayat 21] Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”

Penutup

Firman Tuhan menunjukkan bahwa Allah peduli kepada kita dan terutama untuk disalibkan supaya kita dapat didamaikan dengan Allah.
Dialah adalah perantara pembukaan, kasih sayang dan pendamaian. Firman Allah yang menjadi manusia. Firman Allah yang menerangi kegelapan kehidupan kita. Firman Allah yang peduli kepada Anda karena dia juga pernah menderita. Firman Allah yang mewujudkan Allah secara sempurna dan total.
demikianlah keselamatan sejati, hidup sejati dan Yesus sejati, Tuhan kita. Amin.

Teriring salam dan doa

Previous
Previous

Berani Bersaksi

Next
Next

Doa Yabes - Bagian II