SIMSON (Bagian II)

Oleh : Pdt. Djohan Kusnadi

Empat, Simson tidak menjalankan tugasnya sebagai hakim atas bangsa Israel. Alkitab mencatat bahwa Simson memerintah sebagai hakim atas bangsa Israel selama 20 tahun (Hak. 15:20; 16:31) namun tidak jelas peran apa yang sudah dijalankannya. Jika ia membunuh bangsa Filistin itu semua lebih berkenaan dengan masalah pribadinya dan tidak ada kepentingan bangsa Israel sama sekali.  Tidak ada sedikitpun bangsa Israel merasa diuntungkan oleh peranan Simson. Semua adalah berkenaan dengan ego pribadinya.

Bila ia berhasil membunuh bangsa Filistin sebanyak seribu orang dengan rahang keledai itupun karena ia mau ditangkap dan ia melawan dan membunuh mereka sehingga ia bisa lepas (Hak. 15:14-17).

Reaksi orang Israel juga tidak pernah sekalipun mereka menyebut Simson sebagai pemimpin mereka.  Simsonpun sedikit curiga kepada bangsanya sendiri Ketika 3000 orang Yehuda mendatangi dirinya.  Simson bertanya apakah engkau datang untuk membunuh aku? Merekapun menjawab bahwa mereka tidak ingin membunuh, melainkan hanya ingin menyerahkan Simson ke tangan orang Filistin. Simsonpun mengajak suku Yehuda untuk bersumpah barulah ia bersedia untuk diikat dan diserahkan ke tangan orang Filistin (Hak. 15:11-13).

Di hari kematiannya maka yang datang hanyalah saudara-saudarnya dan seluruh keluarganya.  Itu hanya Sebagian kecil dari suku Dan (Hak. 16:31).  Sedangkan suku-suku lain tidak ada yang berpartisipasi.  Sungguh ini bukti kepemimpinannya yang lemah.  Itu terjadi karena gaya hidupnya yang tidak mencerminkan seorang pemimpin yang layak dihormati dan diteladani. Ditambah lagi segala tindakannya karena masalah pribadinya yang merasa dirugikan tanpa ada nilai kebangsaan atau untuk kepentingan bangsa.

Lima, Simson suka berperilaku seks bebas.  Kali ini ia bermain dengan pelacur di Gaza (Hak. 16:1). Padahal seorang perempuan sundal wajib hukumnya bila dilempari batu sampai mati (Ul. 22:21).  Namun justru Simon bergaul dengan perempuan sundal tersebut. Setelah diketahui oleh orang Filistin maka mereka mengepung tempat itu serta mengunci pintu gerbangnya.  Mereka berniat ingin membunuhnya pada waktu fajar namun pada tengah malam Simson terbangun lalu membongkar pintu gerbang kota itu serta mengangkut ke dua daun pintu di atas kedua bahunya dan itu diangkatnya hingga ke puncak gunung yang berhadapan dengan Hebron.

Bermain dengan pelacur merupakan suatu pelanggaran berat bagi Simson yang hidup seorang nazir Allah.  Namun Roh Tuhan tetap menyertainya dan tetap memberikan kekuatan fisik yang luar biasa walau ia sudah tidak kudus lagi di hadapan Allah sebagai nazir Allah. Akibat dosanya itu tidak membuat Simson bertobat dan menyesal, bahkan ia semakin menjadi-jadi. Ia terobsesi bahwa kekuatannya itu akan terus ada sampai akhir hidupnya walaupun sudah banyak melanggar perintah Allah. Ini seperti Mutiara Allah yang dilempar ke babi yang akhirnya Mutiara itu diinjak-injak dan dikotori.

Enam, Simson menjadi lemah bila ia sudah jatuh cinta. Perlakuan seks bebas itu kembali dilakukan kali ini kepada seorang wanita dari lembah sorek bernama Delila.

Namun kali ini Simson benar-benar jatuh cinta kepada Delila dan akibatnya ia rela untuk mati demi cintanya.  Namun sayang Delila lebih mencintai uang dari pada mencintai Simson sepenuhnya.  Demi untuk seribu seratus uang perak maka Delila siap untuk mencelakan Simson agar ia ditangkap (Hak. 16:5). Ini persis seperti ungkapan suami mati di tangan istrinya.  Simson lupa bahwa kompromi terhadap para penyembah berhala dan orang dursila berarti membuka kehidupannya terhadap kuasa iblis (Ul. 7:1-4).

Walau Delila sudah sebanyak tiga kali berusaha mencelakakan Simson, namun Simson tetap saja mencintai si penghianat tersebut. Ia tidak pernah menjadi waspada karena selalu dihianati karena cintanya begitu kuat. Apalagi ditambah Delila menangis sambil merengek-rengek berhari-hari membuat Simson tidak dapat lagi menahan hatinya, sehingga ia mau mati rasanya (Hak. 16:16).

Inilah awal dari kehancuran hidup Simson.  Ia tidak dapat lagi menahan hatinya karena orang yang dicintainya terus menerus menangis meminta dirinya memberi tahu rahasia kekuatannya. Akhirnya untuk yang ke empat kalinya, Simson menceritakan rahasia kekuatan fisiknya ada di rambutnya yang tidak tersentuh oleh pisau cukur.  Di saat itulah tamatlah masa kejayaan Simson. Setelah mengetahui rahasianya itu maka dicukurnyalah rambut Simson dan seketika itu juga Roh Tuhan meninggalkan dirinya.

Tujuh, Simson mengira bahwa kekuatan fisiknya bersifat kekal hingga akhir hidupnya. Ia tidak tahu bahwa itu semata-mata hanylah anugerah saja yang diberikan karena ia masih memegang perjanjian yaitu tidak memotong rambutnya. Semua perjanjian telah dilanggarnya yakni menyentuh bangkai singa dan memakan madu di dalamnya, menikah campur dengan perempuan asing, bermain dengan pelacur, dan kompromi dengan orang dursila.

Sepertinya Tuhan tetap masih menyertai dirinya dan ia menyangka kekuatan ekstra fisiknya tidak pernah akan hilang dari dirinya. Simson masih mengira bahwa ia masih kuat seperti biasanya sewaktu dirinya disergap. Namun ketika ia menyadari bahwa rambutnya telah dicukur dan saat itu juga ia merasakan seluruh kekuatannya telah hilang dan ia menjadi seperti orang biasa. Ia berhasil ditangkap dan saat itu juga ia dibutakan matanya. Ia pun dibelenggu dengan rantai tembaga dan dimasukan ke dalam penjara dan di penjara ia dipaksa untuk mengiling setiap harinya.  Sungguh suatu pekerjaan berat yang sangat menyiksa dirinya.   Dan disitulah sepertinya akhir karir dan akhir hidupnya.  Ia hanya bekerja seperti binatang hingga akhir hayatnya. Semua ini terjadi karena Simson begitu lemah hatinya ketika ia jatuh cinta.  Ia akan hancur bila ia mendapati wanita yang tidak baik namun ia akan menjadi suami yang baik dan setia bila ia bertemu istri yang baik.  Sayang, Simson hanya tertarik melihat kecantikan saja, tanpa mencoba melihat hati sang pujaannya.

Pertobatan Simson

Ketika Simson menyadari bahwa hidupnya sama dengan binatang yaitu harus menggiling setiap harinya, disitulah ia mulai bertobat dan hidup sebagaimana selayaknya seorang nazir Allah. Walau matanya sudah dicungkil dan tangannya di rantai, Simson berseru memanggil nama Tuhannya.  Memang ia pernah berseru memanggil nama Tuhan ketika ia sangat kehausan seperti mau mati rasanya dan saat itu juga Allah membelah liang batu yang di Lehi sehingga keluar air dari situ.  Setelah minum, Simson menjadi segar kembali dan menamai mata air itu sebagai mata air penyeru di Lehi (Hak. 15:18-19). Simson berdoa karena ia butuh pertolongan, dan kali ini ia berdoa karena ia butuh pertolongan agar kekuatannya dipulihkan untuk yang terakhir kalinya.  Tujuan ia berdoa bukan untuk kemenangan atau pembebasan bangsa Israel dari tangan orang Filistin melainkan untuk pembalasan dendam atas matanya yang telah dibutakan oleh orang Filistin. Serta kondisi dirinya yang terus menerus diolok-olok dan ditertawakan bahkan diperlakukan layaknya seorang pelawak karena ia buta sehingga ketika ia berjalan tentu menimbulkan kelucuan karena ia buta.

Namun Tuhan Allah bersedia mengabulkan doanya itu dan kekuatannya kembali dipulihkan karena rambutnya telah Panjang kembali seperti sedia kala.

Oleh kekuatan yang dari Tuhan maka saat itu juga Simson berhasil mencabut ke dua tiang penyangga di rumah besar itu sehingga robohlah rumah itu dan matilah sekitar 3000 orang Filistin yang tengah berpesta pora di dalamnya termasuk Simson juga tewas di dalamnya. Jadi total kematian atas orang Filistin yang berhasil dibunuh Simson adalah 30 orang di Askelon ditambah 1000 orang yang berusaha menangkapnya di Lehi dan sekarang 3000 orang di perayaan besar dewa dagon. Kali ini ada banyak para raja berkumpul dalam perayaan itu yang turut tewas akibat runtuhnya bangunan itu oleh Simson.

Satu hal yang dilupakan Simson bahwa ia perlu mewaspadai akan kelemahannya. Ia terlalu terbuai akan kekuatan fisiknya yang begitu menonjol. Iapun berpikir bahwa Tuhan masih bisa diajak kompromi mengenai kelemahan fisiknya. Namun ia lupa dua hal yaitu Tuhan masih bisa sabar karena ia masih memegang teguh satu perjanjian yaitu tidak mencukur rambutnya.  Dan atas dasar itulah Tuhan masih bersedia menyertai Simson dengan kekuatan ekstranya itu.  Yang ke dua adalah Simson gagal menjaga hatinya.  Ia begitu sangat lemah bila ia sudah jatuh cinta.  Semua kelebihan, kehebatan, dan karir, dan masa depannya hancur karena ia tidak bisa menahan hatinya.  Firman Allah mengingatkan: Jagalah hatimu dengan segala kewaaspadaan karena dari situlah terpancar kehidupan (Ams. 4:23).

Bila seandainya kehidupan Simson bisa diputar kembali dan ia hidup sebagaimana layaknya seorang nazir Allah, maka tentu kepemimpinannya akan sangat efektif.  Ia pasti mendapat dukungan sepenuhnya atas orang Israel dan ia akan mampu membebaskan bangsa Israel dari penjajahan bangsa Filistin. Ia akan memerintah lebih lama lagi seperti Otniel yang bisa mencapai 40 tahun dan seluruh rakyat Israel akan hidup tentram dan damai serta beribadah kepada Allah karena Simson memimpin mereka. Simsonpun akan memiliki keluarga serta keturunan yang patut dibanggakan karena mereka menuruti sang ayah yang hidup sepenuhnya sebagai nazir Allah.

Sangat disayangkan Simson memilih jalan hidupnya sendiri.  Kepemimpinannya menjadi tidak efektif dan tidak produktif karena tidak ada suku lain yang mendukungnya selain hanya kerabat dekatnya. Ia hanya berhasil memerintah selama 20 tahun dan Iapun tidak memiliki keluarga apalagi keturunan karena kehidupannya dipenuhi oleh nafsu dan cinta pada wanita yang salah.

Previous
Previous

"Pergi" dalam Penolakan

Next
Next

God is Good All the Time