Berbahagialah dan Bersukacitalah

Oleh: Pst. Max Chandra

Matius 5:10-12

Dalam kekristenan kadang ada hal yang paradoks, seperti berbahagia dalam penderitaan. Mungkinkah orang berbahagia dalam penderitaan? Mungkin! Tergantung menderitanya demi siapa? Kalau dilihat dari konteksnya, Yesus mengajarkan bahwa orang bisa berbahagia jika dianiaya oleh karena kebenaran dan demi Yesus.

Kebahagiaan dan sukacita itu adalah kondisi hati, bukan fisik, keluar dari dalam hati dan bukan ditambahkan dari luar. Dalam peperangan melawan serangan musuh dari luar, dalam diri para pahlawan rasa cinta akan bangsanya keluar dari dalam hatinya, itu sebabnya mereka dengan berani dan tanpa gentar menghadapi kematiannya.

Sejarah juga membuktikan bahwa kondisi yang paling sulit justru menghasilkan kemajuan yang pesat. Demi ambisi Jerman dan Jepang yang ingin menguasai dunia pada perang dunia kedua, memaksa para ilmuan mereka mengembangkan teknologinya, sehingga kedua Negara ini sampai hari ini berada di barisan depan dalam teknologi. Delapan puluh tahun yang lalu Jepang sudah dapat membuat pesawat terbang baling-baling yang bisa terbang rendah, sekarang masih banyak Negara yang belum bisa membuat mobil, bahkan sepedapun belum bisa.

Pertumbuhan gereja yang paling pesat terjadi di Tiongkok di zaman revolusi kebudayaan, rakyat mendapat tekanan dari pemerintah, pendeta dimasukan penjara dan disiksa dan dalam 11 tahun saja jumlah orang Kristen bertambah 30 kali lipat dari 2,8 juta menjadi 81 juta. Apa rahasianya? Penderitaan!

Yesus mengajarkan bahwa jika orang percaya menderita demi kebenaran dan demi Yesus, akan mendapatkan tiga hal. Memiliki kerajaan Sorga, mendapat upah di Sorga dan disamakan dengan para nabi. Memiliki kerajaan Sorga, adalah hak yang Tuhan berikan kepada orang yang menjadi pengikut-Nya. Orang yang memiliki kerajaan Sorga mempunyai jaminan keselamatan yang pasti. Apakah kita yakin pasti masuk Sorga? Yesus berkata ada orang yang melakukan mujizat bahkan berkotbah tetapi tidak masuk ke Sorga (Mat 7:21-23). Yesus berkata bahwa Dia tidak mengenal mereka. Namun jika ada orang yang rela menderita demi kebenaran dan demi Yesus, itulah tanda bukti dia sudah pasti diselamatkan kerena dia memiliki kerajaan Sorga.

Mendapat upah di Sorga, hal ini adalah hal bagi seseorang yang telah masuk ke Sorga barulah Tuhan hitungan dengannya. Ada orang masuk Sorga pas-pasan, seperti keluar dari dalam api tidak membawa apa-apa (I Kor 3:15). Ada juga yang mendapat upah. Paulus pernah berkata, “aku mengabarkan injil akan mendapat upah, apakah upahku, yaitu aku mengabarkan injil tanpa upah.” Bagaimana mengerti paradoks ini? Benarkah Paulus tidak mendapat upah? Upah Paulus dalam bentuk lain, yaitu dia berbahagia dan bersuka-cita dapat menyenangkan Tuhan Yesus, dapat menderita demi Yesus.

Surat Ibrani pasal sebelas menceritakan para nabi yang rela menderita dan pahala di dalam dunia ini tidak layak bagi mereka, mereka mendapatkan pahala di Sorga. Pahala ini bukan rumah besar, terbuat dari emas dan permata, bukan! Hanya satu yang diinginkan orang di Sorga yaitu menyenangkan hati Tuhan.

Seorang pendeta pernah berkata bahwa di Sorga masih ada penyesalan, lalu semua jemaat mereka heran dan penasaran, mana ada lagi penyesalan di Sorga? Lalu pendeta ini mulai bercerita bahwa adalah seorang pemuda Filipina yang sangat pandai dan menjadi suara di sekolahnya. Kepala sekolah membantunya memohonkan beasiswa ke Amerika di Universitas Harvard dan dia diterima. Ibunya pinjam duit sana-sini demi membeli tiket pesawat dan sedikit uang sakunya. Karena anak ini sungguh pandai, dalam waktu tiga tahun saja selesai S1-nya dan dia boleh langsung melanjutkan S-3.

Meskipun dia masih mendapat beasiswa, tetapi utang ibunya kepada teman-teman di Filipina untuk membeli tiket ke Amerika harus dia bayar. Kebetulan dikampusnya dia melihat di papan pengumuman ada seorang kaya mau memberikan beasiswa kepada siswa yang berprestasi, maka Mikhael menulis surat dan menyertakan nilai-nilai raportnya.  Tentu sang orang kaya mengabulkan permohonannya, dan menentukan suatu hari Sabtu pergi mengunjungi rumah si kaya. Demi mengirit ongkos, dia berjalan kaki ke alamat itu. Di jalan dia beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang, tiba-tiba ada nenek gemuk membawa keranjang pasar dan mohon Mikhael membantu membawakan belanjaannya itu.  Mikhael minta maaf dan menolak menolong karena dia harus segera bertemu orang kaya yang ingin memberikan beasiswa.

Sesampainya di rumah orang kaya, dia dipersilahkan tunggu di ruang tamu yang mewah, nunggunya lama sekali sang orang kaya tidak kunjung keluar menemuinya. Mikhael gelisah tepat jam 12 siang dia dipersilahkan oleh pelayan untuk masuk ke ruang makan untuk santap siang bersama orang kaya itu. Dan betapa terkejutnya Mikhael ketika bertemu dengan orang yang mau memberikan beasiswa kepadanya, yang ternyata adalah nenek yang minta dia membawakan keranjang pasarnya itu. Langsung saja spontan dia berkata “I am sorry”. Dan dijawab tidak apa-apa.  Setelah makan siang nenek itu memberikan kepadanya dua puluh ribu dolar uang saku untuk satu semester, dan semester berikut dia boleh datang lagi ambil uang sakunya. Uang itu semua membayar semua utang ibunya, bahkan masih lebih.

Dalam hati Mikhael tidak hentinya merasa menyesal mengapa dia tidak menolong nenek itu, ternyata dialah yang memberikan beasiswa kepadanya. Ketika kita sampai ke Sorga dan bertemu muka dengan muka dengan Yesus dan tahu betapa besar kasih-Nya kepada kita, kita akan merasa menyesal mengapa kita tidak sungguh-sungguh melayani Dia menyenangkan hati-Nya. Namun jika kita menderita demi Yesus di dunia ini, di Sorga kita bersuka-cita dapat berbuat sesuatu untuk Dia yang telah mati menderita di kayu salib demi kita.

Previous
Previous

Keluarga Yusuf

Next
Next

"Arti Kehadiran-Mu"