Keluarga Yusuf (Bagian I)

Oleh : Pdt. Djohan Kusnadi

Yusuf (suami Maria) adalah tokoh yang luar biasa karena ia dipilih untuk menjadi ‘ayah’ dari Tuhan Yesus.  Yusuf bukanlah orang terkenal yang memiliki reputasi atau kuasa yang besar. Ia hanyalah rakyat jelata dengan profesi tukang kayu dari kampung Nazaret.

Kondisi keuangan yang minim bisa dilihat dari persembahan yang Yusuf berikan sewaktu Yusuf dan Maria membawa bayi itu dan menyerahkan-Nya kepada Tuhan yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati (Luk 2:24). Seorang digolongkan kaya raya bila memberikan persembahan biasanya berupa lembu sapi. Untuk kalangan menengah bisa berupa kambing domba sedangkan bagi kalangan bawah adalah sepasang burung tekukur/ 2 ekor anak burung merpati (Im 1:1-15).  Walaupun demikian Matius membuktikan dalam genealogy Yusuf adalah keturunan dari raja Daud.  Ada darah biru mengalir dalam tubuhnya.

Ada begitu banyak kelebihan-kelebihan Yusuf yang dicatat Alkitab dan tidak ada catatan kelemahan atau kekurangan Yusuf.  Kelebihan-kelebihan Yusuf seperti:

Satu, Yusuf seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama istrinya di muka umum (Mat 1: 19). Padahal saat itu Yusuf sangat tersakiti hatinya.  Ia merasa sangat dihianati oleh Maria, kekasih dan pujaan hatinya.  Yusuf yang begitu setia dan banyak berkorban bagi Maria, ternyata dihianati cintanya karena Maria hamil dengan pria lain. Cinta Maria ternyata palsu dan buktinya sekarang ia hamil di luar nikah padahal status mereka sudah bertunangan.  Sebagai seorang yang sedang tersakiti, rasa ingin membalas luka hatinya tentu sangat besar.  Yusuf dengan dendamnya yang membara bisa saja langsung pergi ke Sinagog melaporkan kehamilan Maria kepada orang Farisi atau Ahli Torat untuk ditindak lanjuti.  Yang tentu nasib Maria akan berakhir dengan dihukum rajam dengan batu sampai mati di depan umum (Im 20:10 bandingkan dengan Yoh 8:3-5).  Atau Yusuf menebarkan berita ke tetangga atau orang tua bahwa ia akan menceraikan istrinya karena Maria sudah tidak menyenangkan hatinya. Resikonya nama Maria akan tercemar dan akibatnya semua orang akan memandang rendah Maria. Semua itu begitu mudah untuk dilakukan namun Yusuf tidak ingin melakukan hal itu karena Alkitab berkata: Yusuf seorang yang baik hatinya dan ia tidak ingin mencemarkan nama istrinya.

Berapa banyak suami-suami yang bisa melakukan hal yang sama seperti Yusuf? Bahkan untuk hal-hal yang ringan saja seperti istrimu ternyata seorang yang cerewet, suka ngomel dan mau menang sendiri.  Ada suami yang mengatakan bahwa istrinya ternyata begitu jelek dan baru sadar setelah menikah. Rupanya selama ini istrinya banyak memakai berbagai alat kosmetik  agar membuat dirinya terlihat begitu cantik. Sekarang baru ketahuan belangnya. Ada lagi yang lain bilang istri saya begitu boros dan selalu menghambur-hamburkan uang sedangkan sebagai suami, ia susah payah berjuang keras untuk mengumpulkan uang tersebut. Dan masih banyak lagi kekurangan-kekurangan istri yang bisa dicatat.  Pertanyaannya bisakah kita bersikap seperti Yusuf yaitu baik hati dan tidak ingin mencemarkan nama baik istri di depan umum.  Bukan dilanjutkan dengan keinginan bercerai namun dengan tindakan mencari jalan keluar seperti konseling nikah, terapi keluarga, meminta bimbingan dari para rohaniwan atau nasehat dari orang-orang yang berpengalaman atau mengerti tentang keluarga agar masalah ini bisa diatasi. Atau dengan berpikir jernih melihat segi positif dan segala perbuatan baik yang telah dikerjakannya selama ini. Cinta yang begitu kuat mampu mengalahkan segala keegoisan, sakit hati dan dendam. Semua kepahitan itu akan diganti dengan mengampuni, mengasihi dan melayani.

Dua, Yusuf setia mendampingi Maria untuk pergi ke Bethlehem (Luk 2:4-7).
Ini suatu pengorbanan yang besar bagi Yusuf karena Maria sedang hamil tua dan sudah sangat dekat waktu persalinannya. Selain itu ini juga merupakan perjalanan yang cukup jauh sekitar 81-mile atau 132 km. Diduga Yusuf harus menyiapkan banyak bekal selain buat mereka berdua, juga buat binatang yang ditunggangi serta biaya untuk penginapan. Namun karena saat itu sedang ramai-ramainya orang-orang Kembali ke daerahnya masing-masing menyebabkan penginapan menjadi penuh dan harganya melonjak naik akibat permintaan yang banyak. Tentu dalam perjalanan mereka banyak terhenti karena Maria kelelahan atau merasa kurang nyaman. Akibatnya waktu tempuh menjadi lebih panjang dan mereka baru tiba sewaktu hari sudah senja.

Semua tempat penginapan sudah sangat penuh dan tidak ada lagi tempat bagi mereka selain kandang binatang. Itu berarti Yusuf dan Maria bermalam ditempat yang sama dengan binatang yang mereka bawa ditambah binatang-binatang lain yang dititipkan disana berta dengan ternak piaraan pemilik penginapan itu. Sungguh suatu kondisi yang sangat sangat tidak hygienis, bau tidak sedap dan tidak sehat. Namun di tempat yang paling kotor, paling bau, paling tidak sehat itulah bayi Kristus mau lahir di dunia ini.

Yusuf sama sekali tidak bersungut-sungut, tidak protes apalagi kecewa dengan Tuhan. Ia tahu ini yang terbaik seperti yang dikehendaki Bapa di Surga. Yusuf begitu sabar dan rela berkorban demi untuk Kristus yang mau datang menyelamatkan manusia. Bagaimana dengan kita sebagai suami? Bisakah kita sabar sewaktu istri kita sedang hamil hingga melahirkan anak? Bisakah kita membantu dirinya serta bayi yang perlu dirawat? Kebanyakan suami hanya tahu tugas dirinya mencari nafkah sedangkan tugas istri adalah mengurus anak. Sehingga segala proses kehamilan, kelahiran dan proses membesarkan anak adalah tugas dan tanggung jawab penuh seorang istri. Suami boleh membantu bila suami lagi kepengen tapi tidak merupakan keharusan. Yang penting tugas suami adalah segala kebutuhan tersedia dan cukup dipakai. Itu sudah segala-galanya. Tidak perlu dibebani dengan urusan istri hamil dan anak. Namun Yusuf bisa dengan mudah, sabar dan rela melakukan segala hal karena cintanya kepada Maria dan ketaatannya kepada perintah Malaikat Tuhan.

Previous
Previous

Tuhanku Gembala Yang Baik

Next
Next

Semut