Keluarga Yehuda

OLeh: Pdt. Djohan Kusnadi

Kisah Yehuda dan rumah tangganya sungguh sebuah kisah yang penuh dengan cercaan dan pujian.  Apa yang terjadi bagi Yehuda dan pernikahannya Sungguh menjadikan mata kita kembali celik betapa pentingnya melakukan prinsip kehendak Allah di dalam Alkitab. Ada banyak sekali kekurangan Yehuda namun segala kelebihannya membuat Yehuda berhasil menjadi pemimpin buat semua saudara-saudaranya dan bahkan keturunan Yehuda terpilih untuk menjadi raja Israel atau kerajaan Yehuda yang tidak putus-putusnya hingga sekarang. Ini dimulai dari raja Daud yang terus berlanjut hingga sekarang ini. Hal ini dikarenakan Tuhan Yesus yang adalah Tuhan dan Raja segala raja lahir dari suku Yehuda.

Yehuda merupakan anak ke empat dari Lea yang merupakan istri pertama dari Yakub. Nama itu berarti: aku akan menaikkan syukur (menaikkan pujian) kepada Tuhan.

Ada kelebihan-kelebihan luar biasa dari Yehuda yang patut dicontoh dalam kehidupan sehari-hari.

Satu, Yehuda memiliki strategi yang murni dan bersih.

Dari seluruh anak Yakub (Israel) kelihatannya selain Yusuf, adalah Yehuda yang cukup cerdik dalam menyusun strategi dan mampu memimpin saudara-saudaranya untuk mengikuti rencana strateginya itu. Kata Yehuda kepada saudara-saudaranya itu: "Apakah untungnya kalau kita membunuh adik kita itu dan menyembunyikan darahnya?  Marilah kita jual dia kepada orang Ismael ini, tetapi janganlah kita apa-apa kan dia, karena ia saudara  kita, darah daging  kita." Dan saudara-saudaranya mendengarkan perkataannya itu. (Kej 37: 26-27)

Dari luar kelihatannya Yehuda bersifat business oriented dalam strategi menjual Yusuf ke pedagang Ismael. Namun saudara-saudaranya tidak melihat adanya niat Yehuda agar adiknya tidak sampai mati dibunuh dan agar mimpi adiknya yang memimpin langkahnya apakah itu benar terjadi atau hanyalah ilusi belaka. Strategi itu terpaksa ditawarkan karena kegentingan nyawa Yusuf saat itu karena mereka sudah bernafsu sekali membunuh Yusuf.

Strategi Yehuda kembali berhasil dalam membujuk ayahnya Israel agar mengizinkan anak kesayangannya sekaligus anak bungsunya Benyamin agar rela dibawa ke Mesir.  Ia dengan logika yang cerdas sekaligus memberikan jaminan dirinya sendiri demi mempertaruhkan keselamatan Benyamin. Lalu berkatalah Yehuda kepada Israel, ayahnya: "Biarkanlah anak itu pergi bersama-sama dengan aku; maka kami akan bersiap dan pergi, supaya kita tetap hidup dan jangan mati, baik kami maupun engkau dan anak-anak kami. Akulah yang menanggung dia; engkau boleh menuntut dia dari padaku;  jika aku tidak membawa dia kepadamu dan menempatkan dia di depanmu, maka akulah yang berdosa  terhadap engkau untuk selama-lamanya. Jika kita tidak berlambat-lambat  maka tentulah kami sekarang sudah dua kali pulang."  Lalu Israel,  ayah mereka, berkata kepadanya: "Jika demikian, perbuatlah begini: Ambillah hasil  yang terbaik dari negeri ini dalam tempat gandummu dan bawalah kepada orang itu sebagai persembahan: sedikit balsam dan sedikit madu, damar dan damar ladan,  buah kemiri dan buah badam. Dan bawalah uang dua kali lipat banyaknya: uang yang telah dikembalikan ke dalam mulut karung-karungmu  itu haruslah kamu bawa kembali; mungkin itu suatu kekhilafan. Bawalah juga adikmu itu, bersiaplah dan kembalilah pula kepada orang itu. Allah Yang Mahakuasa  kiranya membuat orang itu menaruh belas kasihan  kepadamu, supaya ia membiarkan saudaramu yang lain itu beserta Benyamin kembali. Mengenai aku ini, jika terpaksa aku kehilangan anak-anakku , biarlah juga kehilangan! " (Kej 43:8-14)

Yehuda Sungguh seorang yang berstrategi sehingga bukan hanya saudara-saudaranya yang takluk kepada strateginya dan kepemimpinannya, juga ayahnya berhasil ditaklukkan.

Strategi dan kepemimpinannya kembali muncul ketika mereka yang telah ‘terbukti bersalah’ kembali berhadapan dengan perdana menteri Yusuf. Ia menceritakan seluruh kronologinya sehingga bisa berhasil membawa Benyamin ke Mesir dan ia menceritakan risiko yang akan terjadi bila sampai Benyamin ditahan menjadi budak.  Ia rela menggantikan posisi Benyamin sebagai budak jatuh kepada dirinya. Ia sudah berjanji kepada ayahnya dan ia tidak ingin ayahnya celaka dan meninggal karena Benyamin ditahan dan menjadi budak di Mesir. (Kej 44:18-34).

Yang terindah dari semua itu adalah Israel juga mempercayai akan Yehuda sebagai pemimpin dan segala strateginya.  Yakub ingin agar Yusuf mau datang dan menemui dirinya di Gosyen. Untuk maksud itulah Yakub menyuruh Yehuda berjalan lebih dahulu mendapatkan Yusuf, supaya Yusuf datang ke Gosyen   menemui ayahnya. (Kej 46:28).

Selain itu menjelang kematian ayahnya, Israel memberkati Yehuda dengan berkat yang luar biasa melampaui semua saudara-saudaranya. Kemurnian, kejujuran, dan kecerdikannya menjadikan dirinya menerima berkat yang melimpah ini. Yehuda, engkau akan dipuji oleh saudara-saudaramu, tanganmu akan menekan tengkuk  musuhmu, kepadamu  akan sujud anak-anak ayahmu. Yehuda adalah seperti anak  singa: setelah menerkam,  engkau naik ke suatu tempat yang tinggi, hai anakku; ia meniarap dan berbaring seperti singa jantan atau seperti singa betina; siapakah yang berani membangunkannya? Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak  atasnya , maka kepadanya   akan takluk bangsa-bangsa. Ia akan menambatkan keledainya pada pohon anggur dan anak keledainya pada pohon anggur pilihan; ia akan mencuci pakaiannya dengan anggur dan bajunya dengan darah buah anggur. Matanya akan merah karena anggur dan giginya akan putih karena susu. (Kej 49:8-12)

Sifat Ilahi yang tercermin dalam berstrategi yang murni dan bersih ternyata membuahkan hasil yang luar biasa dalam diri Yehuda karena ada berkat Tuhan yang pasti akan menyertainya, Apakah kita ingin juga memiliki strategi yang murni dan bersih dalam menjalani kehidupan ini dan terlebih dalam berumah tangga?  Strategi itu terkadang membutuhkan pengorbanan diri dan Yehuda selalu siap dan rela untuk itu. Bagaimana dengan Anda?

Dua, ia mau mengakui kesalahannya.  Yehuda bukanlah pribadi yang bertindak sewenang-wenang dan mau menang sendiri.  Ia jujur terhadap dirinya dan terhadap kebenaran.  Bila kebenarannya yang ia anut ternyata salah karena melihat ada kebenaran lain yang lebih akurat, ia mau mengakui kesalahannya dan mengakui dan menerima kebenaran yang baru itu.  Itu terjadi ketika Yehuda sangat marah dan murka setelah mendengar kabar bahwa Tamar yang adalah menantunya ternyata hamil di luar nikah.  Apalagi ditambah kehamilannya terjadi dari persundalannya (Kej 38:24). Untuk menghapuskan aib keluarganya itu dan demi menjaga citra dirinya, Yehuda yang berlagak seperti orang suci dan benar mengambil keputusan agar wanita itu harus dibakar hidup-hidup.  Ini Tindakan yang amat sadis dan yang pertama kali muncul di Alkitab yaitu hukuman mati dengan cara dibakar hidup-hidup.  Namun dalam saat-saat kritis tersebut, Tamar mengeluarkan jurus ampuhnya yaitu mengirim tiga benda kepada suruhan ayahnya dengan pesan bahwa dirinya hamil dari pria yang memiliki cincin meterai, kalung dan tongkat yang tiada lain bahwa itu semua kepunyaan sang mertua.

Betapa terkejut dan malunya Yehuda ketika suruhan itu membawakan barang-barang itu. Tentunya suruhannya itu juga tahu persis bahwa ketiga barang itu semua adalah milik tuannya. Walau keputusan sudah dijatuhkan, namun ketika Yehuda menyadari bahwa itu salah total, ia tanpa malu dan sungkan segera membatalkan keputusan itu sambil berkata: "Bukan aku, tetapi perempuan itulah yang benar, karena memang aku tidak memberikan dia kepada Syela, anakku."  (Kej 38:26). Kita sungguh membutuhkan pria-pria, suami-suami dan para-ayah yang begitu gentle mau mengakui kesalahannya dan mengubah keputusan yang salah dengan menggantikan yang benar.  Bila ini terjadi pasti akan diikuti dan diteruskan oleh setiap wanita, istri-istri dan para Ibu. Hasilnya anak-anak, mantu-mantu dan cucu-cucu pun akan mengikuti teladan yang sama.  Bila kepalanya sudah benar maka hasilnya seluruh anggota keluarga itu menjadi benar.

Sikap ini sungguh jauh berbeda dibandingkan dengan Adam yang malah menyalahkan istrinya sebagai biang kerok kejatuhannya. Tidak seperti Nuh yang sudah terbukti salah, tapi malah menghukum anaknya (dialamatkan ke cucunya sendiri) yang telah menertawakan ketelanjangannya.  Bagaimana dengan Anda dan keluarga Anda?

Previous
Previous

Kisah Kesaksian dalam Pengampunan

Next
Next

Tuhan Adalah Gembalaku