Keluarga Musa - Bagian II

Oleh: Pdt. Djohan Kusnadi

Di sisi lain Musa ternyata juga memiliki banyak kelemahan-kelemahan yaitu:

Satu, Musa bertabiat pemarah 

Hal itu terbukti ketika ia menginjak usia empat puluh tahun, ia berkesempatan untuk keluar istana dan melihat orang Mesir (Mandor/ kepala budak) memukuli orang Yahudi.  Dia melihat ketidakadilan dan kejahatan yang terjadi. Ia sangat marah dan hati nuraninya segera bergejolak.  Sewaktu ia melihat ada peluang besar untuk menegakkan keadilan, serta ingin menunjukkan bahwa ia calon pemimpin bangsa Israel, ia pun tanpa ragu segera membunuh orang Mesir itu. Ia berharap mendapatkan respons positif dan bisa diterima dengan baik oleh khalayak budak tersebut.  Namun sayang orang Yahudi yang ditolongnya itu kemungkinan tidak memberikan laporan yang positif sehingga sikap para budak Israel itu justru menolaknya mentah-mentah.

Hal itu terbukti ketika Musa melihat kedua orang Yahudi sedang berkelahi, Musa segera berinisiatif ingin meleraikan perkelahian tentu dengan upaya agar ia bisa diterima sebagai juru damai atau pendamai namun faktanya Musa disambut dengan kata-kata sinis dari mereka: siapa yang mengangkat kamu menjadi hakim atas kami? Dan menuduh Musa akan membunuh salah satu dari mereka seperti yang pernah ia perbuat sebelumnya (Kel. 2:11-14).

Pernyataan yang tegas itu menyadarkan Musa bahwa ia telah ditolak oleh bangsanya sendiri sehingga membuat dirinya terpaksa melarikan diri pergi ke negeri asing yang kali itu ditujunya adalah Midian.

Di Midian, Musa mencoba membangun karier dari bawah dan Ketika ia melihat ketidakadilan yang diakibatkan oleh para gembala pria yang ingin memonopoli air untuk minum ternak mereka.  Padahal para gembala wanita sudah tiba terlebih dahulu sebelum para gembala pria tiba. Ketika para gembala pria sedang mengusir para gembala wanita, saat itulah kembali amarahnya bangkit dan segera ia tampil sebagai pahlawan menolong para gembala wanita itu bahkan membantu mengisi air minum untuk kambing domba mereka (Kel. 2:16-17).

Berkat bantuan dari Musa, maka Musa diperkenankan tinggal di rumah keluarga wanita gembala tersebut oleh Rehuel, ayah mereka. Bahkan Rehuel mengizinkan Musa menikahi anak tertua Rehuel yang bernama Zipora.  Dari pernikahan itu Musa memperoleh dua orang anak yaitu Gersom dan Eliezer.

Rupanya Tuhan Allah sedang membentuk karakter Musa dari seorang pemarah, menjadi seorang penyabar dan tekun dalam mengenal diri dan Allah. Pembentukan karakter ini tidak diperolehnya di pendidikan Mesir, namun di dalam pekerjaannya sebagai gembala kambing-domba milik mertuanya.  Tuhan mengasah Musa dalam jenjang kesabaran, kelemahlembutan sehingga Musa bisa dinyatakan lulus.  Hasilnya Bilangan 12:3 berkata: Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya ,  lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi.

Setelah pembentukan karakter selama empat puluh tahun di padang rumput itu, barulah Tuhan memanggilnya dan siap untuk mengutusnya sebagai pemimpin bangsa Israel.

Musa berhasil menunjukkan perubahan yang begitu signifikan dari sifat kemarahannya.  Ia berhasil mengendalikan dirinya walaupun ia telah dipermainkan Firaun yang terus menerus ingkar janji sebanyak sepuluh kali sehingga berakibat kematian putra sulung dari raja Firaun sendiri yang juga diikuti oleh seluruh rakyat Mesir bahkan hingga kepada ternak mereka melalui tulah kematian anak sulung tersebut.

Musa juga cukup berhasil Ketika mereka memaki Musa karena kekurangan air, tidak adanya daging untuk dimakan. Musa juga mencoba menjadi juru damai, dengan mendamaikan hati Allah yang sedang murka ke atas bangsa Israel karena patung lembu emas.  Namun Musa akhirnya kembali memuncak amarahnya ketika bangsa Israel menyembah patung lembu emas yang berakibat dilemparkannya ke dua loh batu yang Tuhan sendiri menuliskan dengan jari-Nya sendiri akan ke sepuluh Hukum Taurat itu (Kel. 32:19). Ke dua loh itu hancur dan harus dibuatkan yang baru lagi.  Para penyembah berhala dibunuh dan saat itu tewaslah sekitar tiga ribu orang yang dibunuh oleh orang Lewi yang masih memihak kepada Tuhan Allah dan kepada Musa.  Kemarahan Musa saat itu Tuhan tolerir walaupun Musa telah menghancurkan tulisan tangan Tuhan sendiri namun Tuhan tidak tolerir dan menghukum Musa karena kembali di dalam kemarahannya terhadap bangsa Israel, Musa melanggar perintah Tuhan.  Bilangan 20 mencatat begitu emosinya Musa: Ketika Musa dan Harun telah mengumpulkan i  jemaah itu di depan bukit batu j  itu, berkatalah ia kepada mereka: "Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?" 11 Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum. 12 Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka.

Ini adalah kesalahan fatal karena selain tidak menaati akan perintah Tuhan, dan juga batu tersebut merupakan lambung dari Kristus Yesus yang kelak akan mati satu kali di kayu salib.  Dengan memukul dua kali berarti Musa berikhtiar untuk menyalibkan Kristus Yesus hingga dua kali.  Akibat kemarahan itulah Musa ditolak untuk masuk negeri perjanjian tersebut.

Ada banyak sebab mengapa seorang suka marah/ bertabiat pemarah.  Itu bisa karena faktor keluarga yang memang kurang sabar.  Mungkin ia dibentuk dari lingkungan yang harus bisa cepat dan akurat.  Segala keterlambatan dan kesalahan selalu berakibat hukuman atas dirinya.  Sehingga tidaklah heran bila sudah besar ia akan suka marah dan siap menghukum bila ada yang suka lambat dan suka salah.  Ia tidak ada toleransi terhadap hal itu karena ia dibentuk seperti itu dari lingkungan keluarga sejak kecil. Ada kemungkinan besar raja Firaun adalah tipe raja pemarah.  Ia sangat mudah marah bila melihat ketidakberesan, kegagalan, keterlambatan dan kegagalan lainnya. Sikap itulah tanpa disadari menjadi bagian dan budaya anak-anak istana.

Atau bisa juga bersumber dari dirinya sendiri yang memang ada banyak kelebihan dan berpikir cepat, sistematis dan efisien.  Akibatnya ia dengan mudah mengatakan orang bodoh, memakinya atau menujukan ketidaksabarannya terhadap orang-orang yang dianggap sangat terbelakang atau tidak bisa berpikir secara logis.

Hal yang lain adalah karena banyaknya kelemahan, kekurangan dan kegagalan yang dialami dirinya sehingga ia menjadi orang yang mudah meledak karena begitu kecewa dengan dirinya sendiri. Akibatnya ia akan mudah marah bila privasinya terganggu, kemauannya tidak terpenuhi ataupun melihat hal-hal yang tidak beres.

Cara mengatasinya tentu sama seperti yang dialami oleh Musa yaitu perlunya campur tangan Tuhan sendiri. Itu terjadi karena kita juga mau membuka hati dan memberikan waktu bagi Tuhan untuk berkarya secara Ajaib dalam mengubah gambar diri, mengangkat segala kegagalan, luka batin yang diganti dengan kesabaran, mudah mengampuni, dan mau melepaskan segala keangkuhan dan kesombongan.

Persoalan kemarahan ini harus dituntaskan sebab bila tidak suatu saat akan berakibat sangat fatal dalam diri seseorang, keluarganya, pelayanan maupun kariernya

Dua, Musa lebih mementingkan akan pelayanannya dari pada keluarga. Dalam Kitab Keluaran hingga Ulangan kita melihat begitu banyak hal-hal besar yang dikerjakan Musa dalam membawa orang Israel keluar dari Mesir, menghadapi segala tantangan, pemberontakan, ancaman, hingga pengkhianatan orang Israel kepada Tuhan karena menyembah berhala. Musa juga membuat peraturan hukum serta kemah Suci.

Setelah mempersiapkan calon penggantinya, Musa di masa akhir hidupnya hanya bisa memandang akan tanah Perjanjian itu karena ia telah ditolak untuk masuk negri Perjanjian itu karena ketidaktaatan Musa memukul batu karang dua kali.

Sangat jarang sekali disinggung akan kehidupan istri dan anak-anaknya.  Musa sangat komitmen dengan panggilan dan pekerjaannya sebagai pemimpin bangsa Israel namun ia sepertinya teledor atau kurang fokus dengan kepentingan keluarga. Menurut tradisi Zipora dan anak-anak ikut bersama Musa berangkat ke Mesir dari Midian.

Pada saat perjalanan itulah hampir terjadi bencana besar terhadap Musa karena Malaikat berikhtiar ingin membunuh Musa.  Pada masa yang kritis itu Zipora tampil sebagai pahlawan dan jasanya tercatat di Kitab Keluaran 4:24 Tetapi di tengah jalan, di suatu tempat bermalam, TUHAN bertemu dengan Musa dan berikhtiar untuk membunuhnya.  25 Lalu Zipora   mengambil pisau batu, dipotongnya kulit khatan anaknya, kemudian disentuhnya dengan kulit itu kaki Musa sambil berkata: "Sesungguhnya engkau pengantin darah bagiku." 26 Lalu TUHAN membiarkan Musa. "Pengantin darah," kata Zipora waktu itu, karena mengingat sunat itu.

Musa sepertinya mengabaikan pentingnya sunat bagi anak-anaknya mungkin karena alasan mereka dalam perjalanan jauh menuju Mesir.  Padahal hal itu merupakan kewajiban yang harus ditaati oleh sang ayah sebagai kepala keluarga.  Bersyukur, Zipora bisa berinisiatif menyelamatkan Musa dari kematian tersebut.

Setelah bertemu Harun yang menasihati Musa bahwa kondisi Mesir kuranglah aman bagi keluarga Musa untuk berdiam, maka menurut tradisi Musa mengirim balik Zipora dan anak-anak ke Midian.

Musa akhirnya bertemu kembali dengan istri dan anak-anaknya ketika Yitro (Rehuel), mertua Musa datang mengunjungi Musa. Yitro membawa serta istri dan anak-anak Musa (Kel 18:1-2).

Saat itulah keluarga Musa kembali utuh bersama.  Di dalam Bilangan 12:1 dikatakan: Miryam serta Harun mengatai Musa berkenaan dengan perempuan Kush yang diambilnya , sebab memang ia telah mengambil seorang perempuan Kush. Ayat ini sering ditafsirkan bahwa Musa menikah lagi karena katanya Zipora telah meninggal dunia.  Alasan itu muncul karena Miryam dan Harun mengatai Musa berkenaan dengan perempuan Kush.  Miryan dan Harun menentang Musa karena wanita Kush itu bukan dari bagian suku Israel. Selain itu factor mendasar adalah Miryam ingin mengambil posisi pemimpin tertinggi dari tangan Musa.  Untuk itu, Miryam menghasut Harun agar ikut Bersama dengannya memimpin bangsa Israel. Itulah sebabnya Tuhan segera turun tangan dan menghukum Miryam dengan sakit kusta.

Tidak ada bukti yang menunjang pernyataan Musa menikah lagi. Hal ini lebih menjelaskan bahwa Zipora adalah wanita Kush itu sendiri yang sudah sejak lama suku Kush tinggal bersama di daerah Midian (Hab 3:7). Itu berarti Musa menganut paham monogami dan tidak ada istri ke dua dalam hidupnya.

Satu hal yang perlu diingat betapa indahnya menjaga keseimbangan antara, pekerjaan, pelayanan dengan keluarga yang harus dijaga keseimbangannya.  Keluarga tidak boleh dinomor duakan apalagi dikorbankan demi untuk alasan apa pun. Justru keluarga merupakan penopang utama dalam segala bentuk pelayanan yang semakin indah dan luar biasa.  Banyak sekali peran istri dan anak-anak yang sangat membantu dan melengkapi segala bentuk pelayanan suami.

Menjaga keseimbangan itu adalah sebuah seni yang tidak bisa dirumuskan.  Bila keluarga sedang membutuhkan maka di saat itulah pelayanan harus dikurangi dan dikorbankan agar keluarga ditolong terlebih dahulu.  Namun bila keluarga berjalan dengan baik dan tidak ada masalah yang mengganggu, maka fokus pelayanan harus lebih ditingkatkan dan dikembangkan agar lebih banyak jiwa yang dimenangkan dan nama Tuhan semakin dimuliakan.

 

Previous
Previous

Pertanyaan yang Menusuk

Next
Next

Kita Tetap Anak-Nya