Percaya atau Dipercaya (Yoh 2:23-25)

Oleh: Pst. Max Chandra

Yohanes 2:23-25

Sering kita mendengar orang berkata percayalah kepada Yesus engkau akan diselamatkan.  Tetapi kisah dalam ayat-ayat ini mengatakan orang yang percaya itu tidak dipercayai oleh Yesus.  Mengapa Yesus tidak mempercayai mereka?  Karena Tuhan Yesus tahu apa yang mereka pikirkan.

Yohanes pasal dua ini menceritakan peristiwa Yesus menyucikan Bait Allah dengan mengusir pedagang dan penukar uang di dalam Bait Allah.  Saat itu ada perayaan orang Yahudi tentu banyak orang datang ke Yerusalem menghadiri perayaan itu.  Saat itulah Yesus melakukan banyak mujizat.

Dalam kisah ini ada empat kata kerja penting yang kita akan renungkan, yaitu melihat, percaya, mengenal dan mempercayakan diri-Nya atau terjemahan lain yaitu menyerahkan diri-Nya.

Kata kerja pertama ialah “melihat”.  Orang-orang itu melihat mujizat yang dilakukan Yesus.  Reaksinya ialah mereka menjadi percaya.  Namun Yesus menilai percayanya mereka ini tidak sungguh.  Mengapa tidak sungguh?  Karena mereka belum benar-benar mengenal Yesus.  Mungkin mereka kagum sekali apa yang Yesus lakukan, tetapi kagum saja belum cukup dikatakan mengenal.  Alkitab mengajarkan bahwa orang percaya karena mendengar dan bukan melihat.  Mendengar itu lebih menyeluruh dari pada melihat.

Di hadapan Tomas murid-Nya, Yesus berkata “engkau percaya karena melihat, tetapi berbahagialah orang percaya namun tidak melihat.”  Tuhan memberikan mulut dan pita suara kepada kita untuk dapat mengutarakan kebenaran dan perasaan.

Murid-murid Yesus tidak mengenal Yesus yang sesungguhnya.  Petrus berkata bahwa dia mencintai Yesus dan rela mati bagi Yesus, namun Yesus menjawab “sebelum ayam berkokok engkau menyangkal Aku tiga kali.”  Mengapa?  Karena Petrus mengenal Yesus hanya sebagai Mesias yang akan berperang dan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi, bukan sebagai Tuhan, Allah, juru selamat yang menebus dosa mereka.  Petrus kecewa terhadap Yesus, apalagi ketika Petrus mencabut pedang mau melawan orang yang menangkap Yesus, dia disuruh oleh Yesus menyarungkan pedangnya.  Dia menganggap Yesus terlalu lemah membiarkan diri-Nya ditangkap.

Hanya karena melihat, kepercayaan dan pengenalan seseorang itu dangkal.  Mereka perlu mendengar firman Tuhan dan percaya firman Tuhan.  Dalam kisah Lazarus dan orang kaya, orang kaya minta Abraham membangkitkan Lazarus dan mengirimnya ke saudaranya di dunia supaya percaya dan jangan binasa di tempat penderitaan seperti yang dialaminya. Karena dia percaya bahwa saudaranya pasti akan percaya Tuhan kalau ada seorang mati yang bangkit memberitahukan kepada mereka.  Tetapi Abraham menjawab di dunia sudah ada hukum Torat Musa, jika hukum Torat Musa saja mereka tidak percaya mereka tidak akan percaya juga sekalipun ada orang mati bangkit.  Jadi kesaksian firman Tuhan jauh lebih kuat daripada hanya melihat mujizat saja.

Karena Yesus tahu motivasi kepercayaan mereka itu bermasalah atau tidak cukup, maka Yesus tidak menyerahkan diri-Nya kepada mereka.

Dalam kekristenan hubungan kita dengan Tuhan itu seperti suami-istri.  Suami-istri adalah hubungan paling intim di antara sesama manusia, bahkan lebih intim daripada hubungan orang tua anak.  Orang tua dan anak itu adalah pemberian Tuhan bukan pilihan sendiri, tetapi suami-istri adalah pilihan sendiri dan juga pemberian Tuhan.  Dalam kitab Efesus pasal 5, hubungan Yesus dengan jemaat dilukiskan seperti pengantin laki-laki dan pengantin perempuan.  Suami-istri saling memiliki.  Yesus dan orang Kristen sejati juga saling memiliki.  Tahukah saudara bahwa Tuhan terlebih dahulu menyerahkan diri-Nya kepada kita anak-anak-Nya?  Apakah kita juga mau menyerahkan seluruh hidup kita kepada-Nya?

Previous
Previous

"Arti Kehadiran-Mu"

Next
Next

CALLING