Keluarga Yefta (Bagian II)

Oleh : Pdt. Djohan Kusnadi

Tiga, Roh Allah menghinggapi Yefta (Hak. 11:29).
Ini hal yang luar biasa.  Karena hanya orang-orang yang diperkenan Tuhanlah yang pernah mengalami hal agung seperti itu.  Tidak banyak orang-orang yang pernah mengalami hal itu. Roh Allah pernah hinggap ke atas tujuh puluh tua-tua di zaman Musa sehingga mereka kepenuhan seperti Nabi (Bil. 11:25).  Roh Allah juga pernah hinggap kepada Eldad dan Medad sehingga mereka kepenuhan Roh seperti para-Nabi (Bil. 11:26). Bileam juga pernah dihinggapi Roh Allah ketika ingin mengutuki bangsa Israel. Hasilnya bukan kutukan yang keluar tetapi justru berkat atas bangsa Israel sebanyak tiga kali (Bil. 24: 3-9).  Roh Tuhan juga menghinggapi Hakim Otniel sehingga ia menghakimi bangsa Israel dan berhasil memukul kalah Kusyan Risyataim, raja Aram Mesopotamia dan amanlah negeri itu empat puluh tahun lamanya (Hak. 3:10-11). Roh Allah juga pernah menghinggapi Gideon sehingga Ketika ia membunyikan terompet, Kaum Abiezer berkumpul bersamanya dan mereka berhasil mengalahkan musuh (Hak. 6:34).

Begitu penting dan indahnya dihinggapi Roh Allah karena dari sanalah kuasa dan kemenangan pasti akan diraih. Siapakah yang bisa melawan kuasa Roh Allah yang ada di dalam diri kita?

Dihinggapi kuasa Roh Allah atau untuk masa kini lebih popular dipenuhi oleh Roh Allah adalah hal yang sangat penting.  Betapa indahnya sebuah keluarga bila masing-masing anggotanya dipenuhi oleh Roh Allah.  Otomatis keluarga itu memahami kehendak Tuhan, menyenangkan hati Tuhan, hidup dalam kemenangan dan kelimpahan bahkan menjadi berkat bagi orang lain dan membawa banyak orang datang kepada Yesus Kristus. Di surga tentu sudah tersedia banyak mahkota bagi orang-orang yang seperti ini. Ini tidaklah mudah, dan ini membutuhkan harga yang harus dibayar.  Ada penyangkalan diri yang kuat serta kedisiplinan dalam menggunakan waktu dan tenaga yang ada.  Hidupnya hanyalah bagi kemuliaan Tuhan dan tujuan hidupnya adalah menjadi berkat dan memenangkan jiwa sebanyak-banyaknya.  Hasilnya Tuhan dipermuliakan, banyak jiwa dimenangkan, gereja Tuhan semakin berbuah dan di surga ia akan memperoleh segala hasil jerih payahnya.

Empat, Yefta bernazar kepada Tuhan (Hak 11:30).
Ini adalah bentuk janji yang sungguh-sungguh kepada Allah dengan   maksud untuk mempersembahkan korban/ harta benda/diri sendiri/anak-anak. Ini dilakukan secara sukarela, harus setia pada janji dan harus segera dilaksanakan.

Nazar ini pertama kali dibuat peraturannya oleh Nabi Musa (Bil 6:2). Nazar ini bisa dibatalkan bila tidak disetujui oleh sang ayah (Bil 30:4) atau oleh suaminya (Bil 30:13), atau oleh Imam setelah menilai dirinya tidak mampu untuk melunasinya (Im 27:8).  Nazar juga bisa dilakukan secara berkelompok (Kis 21:23) atau secara satu bangsa (Bil 21:2). Tujuan nazar itu adalah agar Tuhan segera berpihak pada dirinya dan menolong dirinya mencapai tujuan yang seturut kehendak Tuhan.  Sewaktu nazar ini diucapkan haruslah ada saksi yang mendengarkannya dan menjadi saksi atas nazarnya itu.

Yefta saat itu bernazar bahwa apa yang keluar dari pintu rumahnya untuk menemuinya pada waktu ia kembali setelah berperang dari bani Amon akan menjadi kepunyaan Tuhan dan itu akan dipersembahkan sebagai korban bakaran. Tidaklah jelas mengapa Yefta melakukan nazar.  Ada kemungkinan karena ini adalah peperangan yang sangat berat bagi dirnya dan pasukannya serta demi menjaga citra dirinya setelah berani mempermalukan dewa Kamos, berani menentang raja Amon, berani mempertaruhkan bahwa Tuhan Allah yang disembah Yefta sebagai Hakim yang pasti akan memihak dirinya jika bani Amon berani menyerang.

Pernyataan yang begitu berani ini karena Yefta ingin menyelamatkan bangsa Israel dari serangan bangsa Amon dan juga untuk menunjukkan jati dirinya sebagai pemimpin yang baru diangkat. Betul saja dalam peperangan itu Tuhan Allah menyertai Yefta dan ia memperoleh kemenangan yang besar. Bani Amon berhasil dikalahkan mulai dari Aroer sampai dekat Minit. Ada dua puluh kota yang berhasil ditakhlukan Yefta. Bangsa Amon berhasil ditundukan di depan bangsa Israel (Hak 11:32-33). Ini sungguh suatu kemenangan yang sangat besar bagi Yefta, bangsa Israel dan nama Tuhan Allah tentu semakin dimuliakan.

Untuk saat ini, nazar kelihatannya kurang popular di kalangan Kristen.  Kita lebih suka berkata peganglah janji imanmu dihadapan Tuhan baik itu dalam penyerahan anak, baptisan, janji pernikahan ataupun jenis perjanjian lainnya yang harus dijalankan kepada Tuhan maupun gerejanya.  Ada gereja yang menuliskankan janji tersebut diikuti oleh tanda tangan resmi dari pihak yang bersangkutan.

Lima, Yefta membayar nazarnya (Hak 11:34-39).
Kemenangan yang luar biasa itu tiba-tiba berubah dengan kesedihan yang mendalam. Yefta sangat hancur hatinya karena ketika ia kembali ke rumahnya setelah habis berperang, ia mendapati bahwa anak gadis yang adalah anak tunggalnya justru yang menyambut dirinya sambil menari-nari dan memukul rebana. Maksud sang putri semata wayang adalah mengelukan-elukan kesuksesan sang ayah namun justru bagi Yefta itu adalah malapetaka karena nazarnya bahwa siapa yang keluar menyambut dirinya, pastilah akan dikorbankan sebagai korban bakaran. Yefta pasti mengira yang menyambutnya adalah binatang piaraan kesayangan, sahabatnya atau pembantunya. Namun sangat diluar dugaan bahwa itu adalah anak kesayangannya sendiri.  Tentu dalam hal ini anak gadisnya tidak dibunuh sebagai korban bakaran. Yefta pasti mengetahui bahwa itu adalah kekejian bagi Tuhan Allah (Im18:21; 20:2-5; Ul 12:31; 18:10-12). Maka cara yang bijaksana diambil adalah menyerahkan segenap hidupnya hanya bagi Tuhan Allah yaitu melayani dalam BaitNya dan tidak pernah menikah seumur hidupnya.  Itu berarti tidak ada lagi garis keturunan yang berlanjut dari Yefta setelah anak gadisnya hidup selibat sampai akhir hidupnya. Ini adalah harga yang harus dibayar oleh Yefta akibat nazarnya itu. Di lain pihak akibat nazarnya itu, bangsa Israel mempunyai adat yaitu anak-anak perempuan di Israel selama empat hari setiap tahunnya meratapi anak perempuan Yefta orang Gilead itu (Hak 11:40).

Sebagai orang Kristen, kitapun wajib bertekad di hadapan Tuhan untuk senantiasa mempersembahkan tubuh ini sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah sebagai ibadah yang sejati (Rom 12:1). Tubuh ini harus dipersembahkan selagi masih hidup, selagi masih berguna, selagi ada kesempatan. Tubuh ini diperuntukan hanyalah bagi kemuliaan Tuhan, untuk menjadi berkat bagi banyak orang dan untuk membawa orang-orang yang masih dalam kegelapan datang kepada Kristus.

Tubuh itu juga harus kudus.  Kudus disini maksudnya tidak bercacat, tidak bernoda.  Tubuh itu harus bebas dari segala keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan hidup.  Tubuh itu harus sudah dibersihkan dan tidak jatuh dalam dosa lagi.  Tubuh ini betul-betul disucikan bagi kemuliaan-Nya.

Tubuh itupun haruslah berkenan dihadapan Allah yaitu seperti yang Tuhan mau, yang Tuhan perintahkan dalam dirinya.  Ia menuruti segala kehendak Tuhan dalam Firman-Nya ataupun dalam pewahyuan khusus kepada dirinya.  Ia terus menaati seperti yang Tuhan ingini seumur hidupnya. Tujuannya adalah sebagai bentuk ibadah kita yang sejati dihadapan Tuhan.  Ibadah itu bukan saja beruapa korban pujian, korban persembahan, tetapi juga persembahkan tubuh ini selagi masih hidup. Sudahkah kita melakukan ibadah yang sejati ini serta mendorong anggota keluarga kita untuk melakukannya?

Enam, Yefta tegas terhadap penghianat (Hak 12:1-6).
Ini terjadi karena bani Efraim mendatangi Yefta serta mengancam akan membakar dirinya dan rumahnya karena mereka tidak dikut sertakan dalam peperangan melawan bani Amon.  Padahal Yefta sudah dengan bersusah payah memohon pertolongan dan bantuan mereka untuk itu serta berperang melawan bani Amon tetapi suku Efraim tidak ada satupun yang dating menolong Yefta sekarang setelah peperangan usai mereka menjadi marah karena tidak terlibat.  Mereka sangat butuh pujian, penyanjungan karena telah berhasil menumpas bani Amon padahal di sisi lain mereka tidak mau beresiko untuk membantu Yefta.  Akibatnya hanyalah Yefta dan pasukannya dibantu oleh kaum Gilead saja yang pergi berperang dengan bani Amon yang sangat besar jumlahnya.

Karena sikap penghianat dan bahkan berani mengancam nyawa Yefta membuat Yefta dan kaum Gilead mengatur strategi dalam memerangi suku Efraim.  Mereka mulai dengan menguasai tempat-etmpa penyeberangan sungai Yordan dan mereka akan menanyakan setiap orang satu persatu bagi yang ingin menyeberang sungai Yordan dengan ucapan lafal yang benar kata “syibolet”.  Bila orang-orang yang menyeberang itu mengatakan “sibolet” maka mereka akan ditangkap dan disembelih di dekat tempat penyeberangan itu dan hasilnya saat itu tewaslah 42000 orang suku Efraim di tangan Yefta dan pasukannya.

Yefta melakukan hal itu karena ia sudah bersusah payah meminta pertolongan kepada suku Efraim sebagai suku yang terbesar penduduknya namun mereka tidak peduli dan sekarang mereka datang serta mengancam hendak membunuh Yefta dan keluarganya.  Padahal ada banyak suku-suku lain termasuk Manasye yang juga tidak ikut berperang namun mereka dibiarkan hidup oleh Yefta karena mereka tidak menentang Yefta dan tidak mengancam nyawanya.

Disini terlihat ketegasan Yefta dalam kepemimpinannya. Ia tidak membiarkan ada penghianat atau orang yang bisa menjadi ancaman bagi dirinya.  Di dalam keluarga, gereja, kehidupan berbangsa dan bernegara seringkali muncul para penghianat dan disinilah hikmat Allah sangatlah dibutuhkan bagaimana mengatasi hal ini.

Cara termudah adalah dengan mengambil tindakan tegas seperti Yefta.  Tumpas habis, jangan diikutsertakan dalam kelompok/ tim kerja. Namun ada cara lain yang dilakukan oleh Tuhan Yesus dimana Tuhan memberi kesempatan dengan menegur dan memperingatinya dengan kasih dan tegas.

Seperti  dalam Yesaya 42:3: Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum.  Ini dilakukan terhadap Yudas Iskariot yang ingin menjualnya. Tuhan sudah memperingatinya namun Yudas memilih jalannya sendiri.  Ketika Yudas datang bersama pasukan Roma untuk menangkap Yesus, Tuhan kembali mengingatkan dirinya setelah Yudas mencium Tuhan sebagai petunjuk bagi pasukan bahwa itulah orang yang harus ditangkap. Namun sayang Yudas tidak pernah bertobat bahkan ia memilih untuk membunuh diri.  Lain halnya dengan Petrus yang juga sudah menyangkali Tuhan sebanyak tiga kali namun Petrus memilih untuk bertobat dan bahkan di akhir hidupnya, ia merelakan dirinya untuk disalib bahkan disalib terbalik agar tidak sederajat dengan Kristus.

Tuhan Yesus mengajarkan bahwa lalang yang tumbuh ditengah  gandum akan tetap dibiarkan, dikasih kesempatan sehingga akhirnya nanti terjadi pemisahan dimana lalang lalang itu akan dikumpul dan dibakar sedangkan gandum akan dikumpulkan ke lumbung surga.  Kesempatan sangat terbuka lebar dan juga waktu yang tidak pendek. Namun bila tiba kesudahannya tidak akan ada lagi kata ampun atau minta diberi kesempatan lagi. Semua sudah selesai.

Previous
Previous

Doa-Pergumulan di "Tempat Tersembunyi"

Next
Next

Hidup Memancarkan Terang Kristus