Keluarga Abraham - Bagian II

Oleh : Pdt. Djohan Kusnadi

Bagian I

Abraham ternyata juga memiliki banyak kekurangan seperti:

Satu, menyembunyikan statusnya sebagai suami.

Abraham melakukan tindakan ini seperti pilihan terpaksa demi untuk melindungi diri dari ancaman yang bisa berakibat kematian pada dirinya.  Ia menyuruh Sarah untuk mengakui bahwa Abraham adalah saudara laik-lakinya.  Ini tentu tidak berbohong karena memang Abraham adalah saudaranya Sarah hanya berlainan Ibu.  Namun sikapnya yang rela ‘menjual’ istrinya demi untuk rasa keamanan dan raih keuntungan menjadi kesalahan fatal sebagai seorang suami.  Seharusnya suami rela membela keluarganya apa pun risiko menjadi taruhannya.  Suami istri seharusnya bahu membahu saling melindungi dan saling menopang bukannya bermufakat ‘jahat’ demi untuk perlindungan dirinya.  Masakan seorang suami begitu tega dan rela membiarkan istrinya diambil menjadi istri orang? Sebagai seorang beriman masakan Abraham tidak percaya akan perlindungan Tuhan? Abraham terlalu mengandalkan strateginya sendiri tanpa penyerahan total kepada Tuhan. Apakah ini bagian tradisi masa itu yang tidak mempermasalahkan bila istrinya dipakai oleh pria ataupun suami lain demi menjaga relasi persahabatan? Sarah pun yang pernah diperlakukan seperti itu juga melakukan hal yang sama dengan menyerahkan pembantu perempuannya Hagar untuk tidur dengan Abraham demi alasan untuk memperoleh anak.

Memang ada banyak kemungkinan dibalik rencana Abraham memperbolehkan Firaun mengambil Sarah menjadi istrinya Firaun, (Kej 12:15) Apakah Abraham ada rencana siapa tahu Sarah bisa hamil dari pria lain dalam hal ini seorang raja Firaun sehingga ia mengizinkan hal itu terjadi. Siapa tahu bisa punya anak? Apakah Abraham mulai bosan dan tidak lagi mencintai Sarah? Namun yang jelas semuanya ini merupakan kesalahan fatal Abraham yang rela mengorbankan istrinya demi untuk kepentingannya sendiri.

Hal ini kembali terulang dalam Kej 20:2 kali ini kepada raja Abimelekh dari Gerar. Modus operandinya sama yaitu hanya mengakui Sarah sebagai adik perempuannya. Dan reaksi dan hukuman Tuhan pun kepada raja Abimelekh hampir sama seperti kepada raja Firaun.  Dan akhirnya keluarga Abraham kembali bisa diselamatkan namun tidak menyukakan hati raja Mesir dan raja Gerar.

Bayangkan bila pola ini diterapkan bagi pernikahan masa kini apa jadinya rumah tangga itu? Permasalahannya bisa berbeda-beda namun motivasinya tetap sama yaitu untuk melindungi dirinya sendiri apalagi disertai keuntungan yang bisa diperoleh maka sang suami rela ‘menjual’ istrinya atas dasar kesepakatan bersama, tanpa ada unsur paksaan.  Di Amerika ada beberapa pasangan yang melakukan ‘swing married’ yaitu menikah tanpa ada ikatan resmi. Mereka bersatu sebagai suami istri namun bisa tidur dengan siapa saja yang mereka sukai. Mereka bisa terus bersatu dan bisa pisah kapan saja karena tidak ada ikatan.

Di Indonesia terjadi beberapa peristiwa yang akhirnya berurusan degan polisi karena sang suami ingin mendapatkan keuntungan/ penghasilan dengan cara menjual istrinya kepada pria dengan berbagai strategi agar menarik perhatian konsumen. Yang pasti motivasinya sama yaitu untuk melindungi diri dan mendapatkan keuntungan.

Untuk jaman sekarang rumah tangga model seperti ini selain membawa malu, berurusan dengan pihak berwajib juga berdampak kepada anak-anaknya yang bermasalah.  Anak-anak menjadi sukar diatur, melakukan kenakalan remaja, dan banyak hal-hal memalukan lainnya.

Dua, Abraham adalah suami yang berpoligami.

Memang rencana poligami ini bukanlah atas inisiatif dirinya sendiri melainkan inisiatif istrinya.  Bukankah Allah sudah berjanji kepada Abraham dengan mengangkat sumpah namun Abraham mengikuti keinginan istrinya agar ia menghampiri pembantunya yaitu Hagar dengan harapan agar Abraham dan Sarah bisa memperoleh anak melalui Hagar. Mereka sepertinya ingin membantu rencana Tuhan agar segera digenapi.  Padahal sesungguhnya mereka kurang sabar menunggu waktunya Tuhan. Dampak dari Abraham bersetubuh dengan Hagar menyebabkan Hagar mengandung dan melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Ismail.  Hal ini ternyata tidak menyelesaikan masalah melainkan menambah masalah baru.  Sang istri muda mulai bertingkah dan tidak lagi menghormati Sarah sebagai istri yang sah. Ia mulai memandang rendah Sarah karena ia berhasil punya anak dengan begitu cepat dan bahkan anak laki yang dilahirkannya.  Sarah tentu sangat marah dan ia mulai menindas pembantunya itu.

Ismail ini rupanya perilakunya agak liar dan semakin nyata Ketika Abraham dan Sarah memiliki anak sendiri dari kandungan Sarah. Ismail yang mungkin sudah mulai tidak disayang oleh ayahnya dan dibenci oleh Sarah mulai semakin bertingkah aneh yaitu suka mengolok-olok adiknya bahkan sampai ke arah yang membahayakan keselamatan adiknya yang masih bayi. Akibatnya kali ini Sarah sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Ia menyuruh Abraham untuk mengusir Hagar karena keangkuhan Hagar dan Ismael anaknya yang sangat membahayakan keselamatan Ishak. Mereka harus melalui padang gurun dan Ismail hampir tewas akibat kekurangan air dan akhirnya mereka tiba dan menetap di Mesir.

Abraham dan Sarah kembali seperti semula yaitu bertiga dengan Ishak namun kehilangan sang pembantu dan anak sulungnya Ismail. Ismail inilah yang akhirnya menjadi keturunan bangsa Mesir.

Abraham pun kembali menikah dengan Ketura setelah kematian Sarah dan dari Ketura Abraham memperoleh enam orang anak yaitu Zimran, Yoksan, Medan, Midian,  Isybak dan Suah. Dari anak-anak Ketura inilah lahir bangsa-bangsa Arab hingga sekarang. Keseluruhan keturunan anak Abraham dari Hagar dan Ketura  sering kali menyerang keturunan Sarah sebagai anak Abraham yang sah dan yang dijanjikan Tuhan Allah.

Tuhan Allah sudah memberikan prinsip bahwa manusia hanya diciptakan dengan satu orang istri yang dilambangkan dengan mengambil satu tulang rusuk Adam untuk membuat Hawa. Lebih dari satu istri sering kali menjadikan keluarga menjadi tidak harmonis walaupun diramu, direkayasa seperti apa pun. Karena bagi Tuhan lebih dari satu berarti berzina dalam konteks yang diperbarui dalam Perjanjian Baru.  Hingga tidak ada alasan sama sekali bagi seorang suami untuk beristri lebih dari satu. Alkitab mengizinkan suami boleh menikah lagi bila sang istri sudah meninggal demikian pula sebaliknya.  Lebih dari pada itu berarti melanggar perintah ketujuh: jangan berzina.

Dampak poligami ini membuat keluarga tidak berfungsi dengan baik, anak-anak yang dilahirkan banyak yang bermasalah dan mengakibatkan menghasilkan generasi-generasi selanjutnya yang terus bermasalah dan tidak harmonis.

Previous
Previous

Memaknai Kemerdekaan melalui Surat Galatia

Next
Next

Anda Masih Jatuh Bangun Dalam Dosa? - Bagian II