Merelakan

Oleh : Hani Rohayani

"Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” ( Lukas 22:42) 

Peristiwa paling menyakitkan dalam hidup kita adalah, merelakan atau melepaskan. Merelakan hal yang kita harapkan tidak tercapai, merelakan hal yang kita miliki diambil orang lain, merelakan seseorang yang kita sayangi pergi, dan lain sebagainya. Pendek kata, merelakan seringkali dikonotasikan negatif.

Tetapi sebenarnya kata merelakan atau melepaskan tidak selalu memiliki konotasi jelek atau negatif. Bukan juga tanda kita menyerah atau lemah. Melepaskan atau merelakan, dapat berarti bahwa kita bukan penentu atau pemegang kendali atas segala sesuatu. Melepaskan atau merelakan memiliki arti bahwa yang kita harapkan dan pikirkan tidak selalu yang terbaik.

Dalam ranah rohani, merelakan dan melepaskan adalah sebuah sikap yang menyatakan bahwa kita mempercayai Tuhan—bukan diri kita—sebagai pemegang kendali penuh kehidupan. Kita tidak memaksakan diri dan kehendak kita yang harus terjadi. Kita mengijinkan hanya kehendak Tuhan yang terjadi.
Mari kita belajar dari doa Tuhan Yesus di Taman Getsemani. Dalam doanya, Ia mengatakan "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu lah yang terjadi.”
Dalam kegentaran-Nya ketika menghadapi salib, Ia menghendaki agar salib itu tidak harus Ia jalani, namun Ia menyerahkan kepada kehendak Bapa.

Jika Tuhan Yesus sendiri memberikan kita teladan untuk percaya kepada kehendak Bapa, mari kita juga belajar untuk melepaskan dan merelakan ketika hal yang kita inginkan tidak tercapai. Ketika orang-orang yang kita kasihi pulang ke rumah Bapa atau apa yang menurut kita paling berharga hilang> Mari kita melepaskan dan merelakannya, dan percaya, bahwa Bapa memiliki rencana yang lebih baik dan lebih indah bagi hidup kita. 

Previous
Previous

Anda Tidak Dapat Melihat Allah?

Next
Next

Kegelisahan Spiritual