Mengatasi Amarah

Pdt. Max Chandra

Nats : Roma 12:19; Efesus 4:26-27; Yakobus 1:19

Amarah itu kadang perlu.  Tuhan juga berkali-kali marah-Nya minta ampun.  Kapankah kita harus marah dan bersabar?  Ini adalah pelajaran yang penting.  Kita awali dengan dua kebiasaan yaitu kita sering marah atau sekali-kali marah.  Orang sering marah itu adalah pemarah.  Memang sifatnya pemarah.  Marah karena sifat itu mengeringkan.  Pastilah hubungan relasi dengan orang lain terganggu.  Anak-anaknya bersyukur kalau dia tidak di rumah, pokoknya disyukurin kalau dia celaka.  Mengapa orang menjadi pemarah?

Ada empat unsur pembentukan kebiasaan kita.  Pertama, faktor bawaan.  Orang badannya tinggi besar cenderung menganiaya orang lain.  Tetapi jika ada yang membimbingnya maka terjadi sebaliknya, dia menjadi pembela bagi yang susah.  Kedua, faktor keluarga dan lingkungan.  Jika ayah ibunya pemarah maka anaknya cenderung pemarah.  Ketiga, faktor pendidikan.  Guru, teman, dan media sangat mempengaruhi kebiasaan seseorang.  Keempat, faktor agama.  Bagi orang percaya Yesus tahu apa itu lahir baru.  Roh Kudus tinggal dalam hati kita memperbaharui hidup kita.  Banyak kesaksian penjahat menjadi pendeta karena percaya Yesus Kristus. 

Kapan kita marah?  Efesus 4:26-27 mengatakan boleh marah, tetapi ada tiga jangan. Jangan berbuat dosa, jangan matahari terbenam sebelum padam amarahmu, dan jangan beri kesempatan kepada iblis.  Waspadai tiga hal ini.  Yakobus 1:19 menunjukan boleh marah tapi harus lambat dan harus setelah mendengar dan mempertimbangkannya matang-matang.  Dari kesaksian Alkitab mengajarkan kalau harus marah dan tidak marah itu adalah dosa, kalau harus sabar dan marah itu juga dosa. 

Contoh dua tokoh Alkitab Musa dan Paulus.  Musa ketika dia ke gunung mengambil dua loh batu yang ditulis oleh tangan Allah sendiri, Tuhan mengingatkan bahwa umat Israel menyembah lembu emas.  Lalu turunlah Musa dan didapati orang Israel menyembah lembu emas , maka marahlah Musa dihempaskannya loh batu tulisan tangan Tuhan itu dan pecah.  Tuhan tidak marah, loh batu tulisan-Nya dibanting karena amarah Tuhan dan amarah Musa sejalan.  Tetapi ketika orang Israel kekurangan air lalu bersungut-sungut, Tuhan minta Musa berkata kepada batu itu biar air keluar, namun Musa marah dan dia memukul batu itu bukannya hanya berkata-kata kepada batu itu.  Dalam hal ini Musa berdosa karena  kemarahannya tidak sejalan kemarahan Tuhan.  Paulus dalam Roma 12:14 mengatakan : “Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk.”  Namun dalam Galatia 1:6-9 dua kali mengutuk karena jemaat Galatia meninggalkan imannya yang semula.  Paulus melihat meninggalkan iman itu adalah dosa yang sangat serius.  Kemarahan Paulus sejalan dengan kemarahan Tuhan.  Jika orang berbuat jahat kepada kita apa yang harus kita lakukan?  Membalaskah, mendiamkankah atau serahkan kepada Tuhan. 

Roma 12:19 memberikan ide yang sangat bagus.  Paulus mengatakan pembalasan adalah haknya Tuhan.  Serahkan ke Tuhan mudah atau sulit?  Sering kita ingin menikmati balas dendam itu.  Apalagi Tuhan kadang kala mengampuni orang yang bersalah itu, dendam kita tidak terbalaskan.  Kita perlu kedewasaaan, kita harus siap mengampuni orang bersalah itu.  Apa yang diusulkan Paulus dalam ayat ini sungguh luar biasa.  Jika Tuhan yang membalas, maka pembalasan itu pasti membuat jera, ini merupakan hukuman Tuhan.  Jika kita yang balas belum tentu tepat.  Mungkin hukuman itu kelebihan, jadi kitapun bisa bersalah jika pembalasan kelebihan.  Kita bersyukur dengan ayat yang dikemukakan Paulus ini, kita serahakan saja pembalasan ke tangan Tuhan. 

Previous
Previous

Kegelisahan Spiritual

Next
Next

Pengharapanku