Keluarga Markus

Oleh : Pdt. Djohan Kusnadi

Markus disini adalah penulis Injil Markus. Ia adalah penulis pertama dari Kitab Injil Perjanjian Baru walaupun ditaruh diurutan ke dua setelah Matius. Ia adalah kemenakan dari Barnabas (Kol 4:10) dan nama lengkapnya adalah Yohanes Markus. 

Kita mengetahui Barnabas tergolong dari keluarga yang cukup berada karena ia pernah menjual ladang miliknya dan mempersembahkan seluruh uangnya di depan kaki Rasul-Rasul (Kis 4:36-37).  Demikian pula dengan keluarga Markus, tempat tinggalnya sangat besar dan luas sehingga sering dipakai Tuhan dan murid-murid Tuhan untuk berkumpul. Bahkan peristiwa turunnya api Roh Kudus sewaktu 120 murid-murid Tuhan sedang berdoa dan menyembah Tuhan itu terjadi di rumah Markus (Kis 1:15; 2:1-2).

Tidak banyak murid-murid Tuhan dari keluarga kaya raya, namun ada sebagian kaya raya yang Tuhan pilih untuk masuk dalam rancangan kekekalan-Nya dan kerajaan-Nya.  Kita masih ingat ada Yohana, Susana, Maria Magdalena (Luk 8:1-3; 23:55), serta Salome (Mark 16:1; Mat 27:56). Para wanita itu sangat membantu dalam pelayanan Tuhan Yesus khususnya berkenaan dengan logistik.

Orang-orang kaya bisa diibaratkan seperti pisau yang sangat tajam dalam keluarga besar kerajaan Allah. Maksudnya mereka bisa menjadi sangat berguna atau sangat berbahaya bila banyak menopang aktifitas gereja.  Mereka sangat efektif dan luar biasa bila mereka memiliki roh yang takut akan Tuhan serta bisa dikendalikan dengan baik dan bijaksana. Akan banyak sekali dampak positif, serta kemajuan yang luar biasa karena sokongan orang-orang kaya ini seperti dana, daya, dan ide-ide cemerlang mereka. Disisi lain mereka menjadi sangat berbahaya bila sampai lepas kendali karena di situ akan terjadi kekacauan, pertikaian dan akhirnya kehancuran.  Orang-orang kaya suka memakai kekayaan, pengaruh dan ‘kuasa’ untuk tujuan liar mereka.  Mereka bisa bermain politik, curang, dan kotor agar ambisi duniawi mereka bisa tercapai.

Walaupun demikian, banyak orang-orang dari kalangan marginal ingin berebut demi untuk bisa menjadi pasangan ataupun menantu orang kaya. Bagi pandangan orang banyak, mereka melihat keluarga kaya itu kelihatannya sangat begitu menarik, indah, mewah, dan serba berkecukupan. Mereka tidak perlu kuatir lagi atau  bersusah payah bekerja keras, tidak perlu cemas akan hari esok. Semua sudah diatur dengan baik dan masa depan tentu amat cerah.  Memang di luarnya, mereka nampak begitu indah namun tidak menjamin dengan kondisi di dalamnya.

Berapa banyak penyesalan dari para pasangan ataupun menantu karena sikap orang yang begitu kayanya namun bertabiat sangat buruk yakni suka menyiksa, menyakiti, menghina istrinya atau menantunya. Akibatnya, kekerasan dalam rumah tangga itu seringkali berbuntut pada perceraian bahkan ada yang meninggal dengan  membunuh diri karena tidak tahan lagi bahkan ada juga kasus istri yang dibunuh oleh suami atau mertuanya sendiri karena dianggap tidak berguna dan seperti sampah.

Demikian pula dengan para suami yang menikah dengan istri dari kalangan elit konglomerat. Mereka sering dipandang sebelah mata karena status atau latar belakang suami yang dianggap tidak selevel dengan istrinya. Para suami harus banyak mengemis cinta dan rela terus disakiti demi untuk bisa menikah dengan istrinya yang begitu kaya raya dan demi untuk mempertahankan rumah tangga. Hasilnya sang suami masih bisa diizinkan tinggal di rumah yang bak istana itu.  Setelah pernikahanpun, penghinaan, dan penderitaan lainnyapun seakan tidak pernah berkurang bahkan ada yang semakin bertambah.  Mereka sering dikucilkan, diolok-olok dan tidak diundang dalam acara resmi keluarga, kalaupun suatu saat sampai diundang, para suami kebanyakan disuruh bekerja dan ditugaskan sebagai ‘pembantu’ atau pesuruh untuk acara-acara mewah mereka. Rasa sakit hati terasa tidak pernah berlalu bahkan seringkali semakin menumpuk.

Demikian pula dengan para istri dari kalangan bawah seringkali dianggap tidak selevel dengan keluarga suaminya. Namun karena sang suami sudah suka maka terpaksa orang tua pria menerima gadis desa itu namun dipandang sebelah mata.  Akibatnya peri laku kasar, penghinaan dan bahkan penindasan terjadi hampir setiap hari. Air mata yang mengalir penuh penyesalan terasa sudah kering dan segala bentuk penderitaan fisik dan batin sepertinya sudah menjadi makanan setiap harinya.  Kehidupan para istri mirip seperti burung dalam sangkar emas yang sering disiksa dan tidak diberi makan secukupnya. 

Disisi lain, ada banyak keluarga Kristen kaya raya yang luar biasa diberkati dan dipakai Tuhan.  Mereka sungguh menjadi garam dan terang dunia di dalam keluarga, di lingkungan perusahan, dan di lingkungan tetangganya, bahkan bagi negaranya.  Ini disebabkan mereka memiliki relasi yang intim dengan Tuhan, mempraktekan kasih Kristus nyata dalam diri mereka dan keluarga mereka.  Mereka suka membantu dan menolong orang yang lemah dan miskin. Pelayanan diakonia, dan marturia mereka jalani dengan semangat luar biasa sehingga Injil Tuhan semakin disebar luaskan dan banyak jiwa diselamatkan. 

Gereja mula-mula mengalami ledakan pertumbuhan yang signifikan karena adanya dukungan orang-orang kaya yang mengfasilitasi pelayanan para Rasul dalam menjalankan misi penginjilan dan membuka persekutuan atau gereja baru.  Semua dana yang begitu besar bisa ditutupi karena adanya orang-orang kaya di dalamnya.

Ini pula yang terjadi dalam diri Markus, seorang anak orang kaya. Sangatlah mungkin keluarga Markus bukan hanya mendukung segala bentuk pelayanan Rasul saat itu, bahkan mereka merelakan Markus yang masih muda itu untuk terlibat dalam misi pekabaran Injil penuh waktu dan tanpa gaji bahkan terkadang harus mengeluarkan dana untuk membantu mendukung pelayanan gerejawi yang ada. Markus sendiripun tergerak untuk mau mengikuti pelayanan Misi dari pamannya Barnabas bersama rasul Paulus.  Ini adalah suatu bukti konkrit hatinya Markus begitu mengasihi Tuhan. Namun karena masih muda dan tidak terbiasa melihat beratnya tantangan, banyak cacian, ancaman dan aniaya yang dialami oleh para Rasul karena pemberitaan Injil, menjadikan Markus begitu ketakutan, merasa diri terancam, dan akhirnya ia memilih untuk melarikan diri dari tugas misi yang belum selesai.

Ini semua terjadi karena Markus sejak kecil tidak pernah mengalami segala bentuk kekerasan, kekejaman, ataupun aniaya di dalam keluarganya ataupun lingkungannya. Akibatnya sewaktu ia melihat fakta yang terjadi ia begitu shock dan segera ingin menyelamatkan dirinya yang terancam.

Inilah mentalitas anak orang kaya yang tidak pernah dilatih untuk hidup susah apalagi sampai menderita. Akibatnya Markus tidak siap sewaktu penderitaan itu terjadi. Yang ada dipikirannya adalah melarikan diri dan masuk ke daerah/ lingkungan yang aman dan nyaman yang tiada lain adalah tempat tinggalnya. Bersyukurlah pamannya masih memberikan kesempatan lagi kepadanya untuk kembali masuk ke ladang misi. Markuspun bersedia untuk mencoba kembali namun rasul Paulus menolak menerima Markus karena dianggap tidak setia dengan meninggalkan pelayanan serta tidak mau turut bekerja sama (Kis 15:38).

Ada penafsiran lain mengatakan bahwa Markus meninggalkan pelayanan karena tidak bisa menerima bangsa lain yang bukan Yahudi diterima dan diselamatkan oleh Tuhan selain bangsa Israel sendiri. Sifat intoleran dan patriotisme yang tinggi terhadap bangsanya menyebabkan Markus segera undur dalam pelayanan. Sebenarnya sifat dan sikap ini dimiliki oleh hampir seluruh orang Yahudi.  Mereka yakin sebagai bangsa pilihan Allah yang kelak akan diselamatkan karena mereka keturunan Abraham.

Darah keturunan Abraham hanyalah dimiliki oleh bangsa Yahudi saja dan tidak ada pada bangsa lain. Itu sebabnya ketika keselamatan juga terjadi pada bangsa lain, itu menimbulkan syok dan penolakan bagi Markus.  Ini bisa dilihat di Kis 13:13: Lalu Paulus dan kawan-kawannya meninggalkan Pafos dan berlayar ke Perga di Pamfilia; tetapi Yohanes meninggalkan mereka lalu kembali ke Yerusalem.

Markus adalah tergolong kelompok orang yang anti suku lain untuk diselamatkan. Ia sangat mengistimewakan dan mengagungkan suku atau bangsanya sendiri sebagai bangsa pilihan Tuhan jauh melebihi bangsa-bangsa maupun suku-suku lainnya.  Dalam pernikahanpun kita temui ada kelompok suku atau orang tertentu yang sangat rasis atau anti suku lain dalam keluarganya atau kelompoknya. 

Banyak orang kulit warna tertentu menolak ras tertentu dalam keluarganya atau komunitasnya.  Ras tertentu itu dianggap lebih rendah, atau terlalu jelek dibandingkan dengan warna kulit mereka.  Akibatnya bila sang kulit terhormat itu sampai menikah dengan si warna kulit terhina maka sang istri atau suami dari warna kulit yang terhormat itu akan turut dikucilkan atau dipandang rendah karena derajatnya sudah menjadi sama dengan derajat warna kulit yang terhina itu. Demikian pula ada suku-suku tertentu yang anti suku-suku lain, kasta/ status sosial tertentu dengan kasta/ status sosial yang lebih rendah. Ini semua karena paham egoisme, berpikiran sempit dan kesombongan rasial. 

Previous
Previous

Serahkan Pergumulanmu pada Tuhan

Next
Next

Jadilah Kehendak-Mu